Categories: OPINI

Hari HAM Sedunia, Selatan Thailand Masih dalam Tekanan Diskriminasi yang Berpanjangan

PATANI – Upaya memperingati hari Hak Asasi Manusia (HAM) sedunia yang selalu diperingati di tiap 10 Desember, tetapi di wilayah Selatan Thailand masih dalam tekanan diskriminasi yang berpanjagan oleh pemerintah Thailand.

Bulan November 1785, merupakan bulan dan tahun yang amat-amat bersejarah bagi bangsa Melayu Patani, dan tidak akan pernah dilupakan begitu saja. Hampir 250 tahun muslim Patani mengalami penindasan, dan tanah mereka di rampas oleh pihak pemerintah Thailand.

Kini mereka hidup penuh dalam keadaan konflik yang berpanjangan di wilayah Selatan Thailand, mereka tidak boleh mengunakan nama-nama Islam, bahasa Melayu, dan budaya Melayu.

Bahkan, kaum muslim Patani dicabut dari akar budayanya, dijauhkan dari agamanya, dan bisa dikatakan hal-hal yang berkaitan dengan Melayu dan Islam dipersulitkan oleh pihak pemerintah Thailand.

Manakala, yang lebih parah mereka sering mengalami penangkapan, penyeksaan, pembunuhan, diancam dengan penculikan, dan dibatasi semua hak kemanusiaan mereka. Selatan Thailand menjadi daerah yang paling kental dengan aktivitas militer, dan di wilayah tersebut memiliki sejarah panjang tentang kekerasan yang terjadi terhadap muslim Patani selama ini.

Sekilas sejarah hari HAM sedunia, peringatan hari HAM sedunia berawal dari kekejaman Perang Dunia ke II (1939-1945), peristiwa tersebut membuat Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyampaikan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) agar peristiwa tersebut tidak terulang kembali.

Pada tahun 1947, anggota Komisi Umum PBB merumuskan draft awal DUHAM, dan 10 Desember 1948 DUHAM diadopsi oleh Majelis Umum PBB, selanjutnya diterbitkan resolusi
423 yang berisi himbauan semua negara anggota, dan organisasi PBB untuk mengingat 10 Desember sebagai Hari HAM Internasional.

Ketika Majelis Umum PBB mengadopsi DUHAM yang terdiri atas bagian pembukaan, dan 30 pasal yang mengatur tentang HAM sebanyak 48 dari 58 negara anggota PBB menyatakan dukungan, 8 abstain, dan 2 negara tidak ikut voting (pengambilan suara).

Maka dari itu, peran mahasiswa menjadi penting ketika terjadi konflik, dan membutuhkan kelompok intelektual untuk membangun perdamaian, mahasiswa harus menjadi kelompok terdepan dalam idiealisme bangsa, dan kepentingan rakyat.

Karena itu menjadi penting bagi mahasiswa untuk difasilitasi dalam peningkatan kapasitas intelektual mereka, supaya bisa mendukung gerakan-gerakan soaial yang konstruktif.

Demikian, menurut data Deepsouthwatc (DSW) yang telah mencatat semenjak awal Januari 2004 hingga Oktober 2022, dari total 21.751 kasus kejadian, sebanyak 7.414 jiwa meninggal dunia, dan sebanyak 13.746 jiwa mengalami luka-luka.

Penulis : Gentar, Mahasiswa asal Patani (Selatan Thailand)

Redaksi - SWARAKEPRI

Recent Posts

Paradiso Tour Hadirkan Layanan Transportasi Standar Pariwisata untuk Agen Travel!

Semarang, 18 Maret 2025 – Paradiso Tour, sebagai pemain utama di industri pariwisata, kembali berinovasi!…

2 jam ago

UMKM Wajib Tahu! Ini Cara Tingkatkan Omzet hingga 25% Saat Lebaran

Momen Lebaran selalu membawa berkah bagi para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Lonjakan…

6 jam ago

Presiden Direktur Sampoerna di Harvard Business School: Kolaborasi Global untuk Dukung Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Presiden Direktur PT HM Sampoerna Tbk. (Sampoerna), Ivan Cahyadi, memaparkan strategi keberhasilan perusahaan untuk tetap…

6 jam ago

Fungsi Surfaktan pada Sabun Pencuci Piring

Surfaktan dalam pencuci piring berperan penting dalam mengangkat kotoran, meningkatkan daya larut noda, serta menjaga…

12 jam ago

WSBP Raih 2 Penghargaan pada Anugerah BUMN 2025

PT Waskita Beton Precast Tbk (kode saham: WSBP) kembali mencatatkan prestasi dengan meraih penghargaan pada…

12 jam ago

Rayakan Halal Bihalal dengan Gaya di Relish Bistro – Fraser Residence Menteng Jakarta

Musim perayaan telah tiba! Tidak ada cara yang lebih sempurna untuk merayakan Halal Bihalal selain…

13 jam ago

This website uses cookies.