Categories: POLITIK

MK Kembalikan Wewenang Penentuan Dapil Pemilu Kepada KPU

Putusan MK

Putusan MK ini dibacakan pada Selasa (20/12) secara bergantian oleh para hakim. Pokok putusan dibacakan oleh Ketua MK, Anwar Usman.

MK juga menyatakan, ketentuan norma Pasal 189 ayat (5) UU Pemilu bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “Daerah pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur di dalam Peraturan KPU.

Selain itu, MK juga menyatakan Lampiran III dan Lampiran IV UU Pemilu, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Pertimbangan hukum yang dipakai oleh para hakim MK salah satunya adalah karena penetapan Dapil merupakan satu dari 11 tahapan pemilu. Karena itulah, secara normatif, pengaturan penyelenggaraan seluruh tahapan pemilu merupakan tugas KPU.

Tiga Pilihan Langkah KPU

Peneliti CSIS, Arya Fernandez, memperkirakan sejumlah respons yang akan dilakukan KPU dalam menanggapi putusan MK tersebut, yang mencakup status quo, moderat dan progresif.

“Kalau kita asumsikan tiga model kebijakan tadi yang akan diambil oleh KPU, apa efeknya pada suara partai. Karena bagaimanapun, dalam proses pembuatan Dapil, tentu partai dalam dugaan, saya pasti akan juga punya peran atau paling enggak ikut-ikut terlibat, mungkin memberikan masukan kepada KPU, mungkin melakukan “intervensi”,” tandas Arya.

Jika KPU mengambil kebijakan status quo, artinya hanya melakukan perubahan secara parsial dan terbatas, maka hal tersebut tidak akan banyak berpengaruh bagi partai.

“Terutama pada partai-partai parlemen, sembilan partai parlemen. Kenapa? Karena setelah kita melakukan pemilu secara demokratis lima kali pasca reformasi, itu sudah mulai terbentuk stabilitas suara pemilih. Indeks volatilitas kita kan juga sudah gitu,” paparnya.

Pilihan langkah kedua adalah moderat, dimana KPU akan melakukan pendataan ulang pada Dapil yang terlalu sedikit kursi atau terlalu banyak. Kebijakan ini berpengaruh terhadap peroleh kursi partai, tetapi tidak terlalu besar.

Sementara jika KPU mengambil kebijakan progresif, dampaknya akan terasa bagi suara partai, terutama partai-partai menengah bawah.

“Kenapa partai menengah bawah? Karena kita mengetahui, bahwa partai menengah bawah ini banyak mendapatkan kursi pada tahap dua atau tahap tiga,” jelas Arya.

Page: 1 2 3

Redaksi - SWARAKEPRI

Recent Posts

BRI-MI Raih Penghargaan sebagai The Most Popular Brand of the Year 2024

BRI Manajemen Investasi (BRI-MI) kembali menorehkan prestasi. Kali ini, BRI-MI diganjar penghargaan yang diberikan oleh…

12 jam ago

BP Batam – Kemenhub Gelar Sosialisasi Penyusunan SKP

BATAM - Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) melalui Biro Sumber Daya Manusia (SDM) bersama Kementerian…

1 hari ago

BP Batam Evaluasi Kinerja dan Target Capaian Penerimaan, Pendapatan dan Belanja Badan Usaha Tahun 2024

BATAM - Direktorat Peningkatan Kinerja dan Manajemen Risiko BP Batam mengadakan rapat kerja Rencana Strategis…

1 hari ago

BEI, Catat Perusahaan Baru Terbanyak di ASEAN

Jakarta - Sebagai tempat berlangsungnya transaksi perdagangan efek di pasar modal, Bursa Efek Indonesia (BEI)…

1 hari ago

BP Batam Dukung Sinergi Pengelolaan dan Penataan Kewenangan Kepelabuhanan di KPBPB Batam

BATAM - Batam, 19 September 2024 – Dalam rangka mendukung pelaksanaan monitoring dan evaluasi kebijakan…

1 hari ago

AFJ Gelar Festival Mini Suarakan Kesejahteraan Ayam Petelur

YOGYAKARTA - Animal Friends Jogja (AFJ) kembali menghadirkan AFJ F.A.I.R #2 (Farmed Animals Initiative Response)…

1 hari ago

This website uses cookies.