Categories: Voice Of America

Perusahaan-perusahaan Internasional Berhenti Beli Sawit Indonesia

WALHI mendorong pemerintah memberlakukan sanksi hukum terhadap perusahaan-perusahaan sawit yang melakukan berbagai pelanggaran melalui skema blacklist. Uli berharap pemerintah membuat kebijakan yang akan membuat perusahaan sawit yang melakukan berbagai pelanggaran tidak mendapatkan izin baru.

“Menurut kami penting untuk kita mulai mendiskusikan adanya skema blacklist untuk semua aktivitas perusahaan di Indonesia. Misalnya AAL di Sulteng dan Sulbar sudah melakukan pelanggaran HAM, maka sebenarnya harus ada satu instrumen atau kebijakan yang menyatakan beberapa perusahaan yang sudah terbukti melakukan kejahatan kehutanan, pelanggaran HAM, dan beberapa pelanggaran lainnya seharusnya tidak boleh memperoleh izin lagi ketika mereka mengajukan izin baru. Tapi skema itu tidak ada di kita,” katanya.

Potensi Kerugian

Ekonom CELIOS Bhima Yudhistira menilai permasalahan yang kerap berulang di industri sawit Indonesia ini berpotensi merugikan Indonesia. Ia menjelaskan, para produsen-produsen besar internasional ini nantinya bisa mengalihkan kebutuhan sawitnya ke negara-negara penghasil sawit besar lainnya seperti Thailand dan Malaysia.

“Ini justru akan diambil kesempatan oleh negara-negara pesaing sawit Indonesia mulai dari Thailand dan Malaysia. Mereka melihat dan belajar, bahwa Indonesia enggak proper terkait masalah sumber bahan baku sawit berarti mereka akan meningkatkan standar yang lebih tinggi lagi. Itu Nestle, misalnya produsen makanan dan minuman bisa belok ke mereka, bisa mencari supplier baru dan ini menjadi ancaman serius,” kata Bhima kepada VOA.

Menurutnya, laporan dari berbagai organisasi lingkungan ini tentunya telah diinvestigasi ulang oleh berbagai perusahaan internasional tersebut sampai akhirnya ada keputusan untuk menghentikan pembelian sawit dari salah satu perusahaan sawit terbesar di Indonesia.
Indonesia, katanya, tidak bisa menyalahkan keputusan perusahaan-perusahaan internasional ini, karena mereka memiliki standar yang lebih ketat.

Bhima berpendapat, pemerintah tidak mengambil sikap tegas dan cenderung menganggap enteng permasalahan ini. Perusahaan-perusahaan sawit tanah air pun, katanya, tidak menaruh perhatian lebih kepada standar environmental sosial governance (ESG) atau tata kelola yang baik. Padahal, saat ini berbagai perusahaan internasional berusaha memastikan rantai pasok untuk kebutuhan produknya harus memiliki prinsip-prinsip yang berkelanjutan jika tidak ingin tersandung masalah.

Seorang gadis mendorong gerobak saat bekerja di areal perkebunan kelapa sawit di Pelalawan, Provinsi Riau, 16 September 2015 (Foto: AFP/Adek Berry)

“Kalau laporannya sampai ke perusahaan manufaktur yang ada di Eropa terutama manufaktur yang ada di Eropa dan Amerika, itu mereka sangat concerned. Dan ini seringkali terjadi, kenapa? Karena banyak perusahaan-perusahaan sawit itu menganggap enteng masalah-masalah terkait dengan konflik agraria dan lingkungan.”

“Lalu kedua, kalau memang tidak merasa ada permasalahan harusnya bisa melakukan verifikasi, investigasi ulang, apa keluhan dari masyarakat terdampak, bagaimana dampak ke lingkungan, itu kadang banyak perusahaan sawit merasa kita sudah sudah punya CSR, padahal bukan itu. Masalah konflik agraria dengan CSR itu dua hal yang beda meskipun sudah banyak CSR dimana-mana tapi konflik agraria masih berjalan, masalah lingkungan juga masih ada, itu yang harusnya di selesaikan dulu,” jelasnya. CSR adalah corporate social responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan.

“Dan tugas pemerintah, sebenarnya bukan berpihak kepada perusahaan sawit, tapi justru harus mengamankan perusahaan sawit ini agar sesuai dengan standar praktik perkebunan yang berkelanjutan atau ESG standar dipatuhi. Itu yang harusnya diberikan tekanan kepada perusahaan-perusahaan sawit baik sawit skala korporasi maupun sawit rakyat. Jadi ini titik poin bahwa masih banyak praktik-praktik perusahaan di Indonesia ini yang dianggap belum memenuhi standar untuk masuk kepada rantai pasok internasional padahal potensinya besar,” pungkasnya.

Pekan lalu produsen minuman dari Amerika Serikat PepsiCo Inc dan produsen susu dari Belanda FrieslandCampina juga meminta para pemasok mereka menghentikan pembelian minyak sawit dari AAL./VOA

Page: 1 2

Redaksi - SWARAKEPRI

Recent Posts

Gugatan HNSI Batam terhadap Kapal MT Arman 114 Diputus N.O

BATAM – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Batam menjatuhkan putusan Niet Ontvankelijke Verklraad(N.O) atas gugatan Perbuatan…

15 jam ago

Inovasi Pengembangan Infrastruktur, BP Batam Dianugerahi Awarding tvOne

BATAM - Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) mendapatkan Penghargaan Inovasi Pengembangan Infrastruktur dalam Malam Penganugerahan…

15 jam ago

BRI-MI Raih Penghargaan sebagai The Most Popular Brand of the Year 2024

BRI Manajemen Investasi (BRI-MI) kembali menorehkan prestasi. Kali ini, BRI-MI diganjar penghargaan yang diberikan oleh…

18 jam ago

BP Batam – Kemenhub Gelar Sosialisasi Penyusunan SKP

BATAM - Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) melalui Biro Sumber Daya Manusia (SDM) bersama Kementerian…

1 hari ago

BP Batam Evaluasi Kinerja dan Target Capaian Penerimaan, Pendapatan dan Belanja Badan Usaha Tahun 2024

BATAM - Direktorat Peningkatan Kinerja dan Manajemen Risiko BP Batam mengadakan rapat kerja Rencana Strategis…

1 hari ago

BEI, Catat Perusahaan Baru Terbanyak di ASEAN

Jakarta - Sebagai tempat berlangsungnya transaksi perdagangan efek di pasar modal, Bursa Efek Indonesia (BEI)…

2 hari ago

This website uses cookies.