Categories: PENDIDIKAN

Tangkal Radikalisme di Sekolah, Perlu Sertifikasi Guru Agama

JAKARTA – Lembaga pendidikan ditengarai menjadi tempat penyebaran paham radikalisme dan ekstremisme. Salah satu penyebabnya karena faktor tenaga pengajar. Untuk itu, perlu sertifikasi guru agama, terutama mensyaratkan tidak pernah terlilbat kegiatan atau aktivitas radikal dan komitmen setia pada Pancasila dan NKRI.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Abdul Malik Haramain. Menurut wakil rakyat dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, setidaknya ada tiga hal yang bisa menjadi solusi. Pertama, pemerintah harus memantau materi pendidikan agama baik, mulai dari tingkat pendidikan dasar hingga tinggi. Visinya sudah jelas, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. “Pemantauan dilakukan sampai ke materi pendidikan,” katanya.

Kedua, mengawasi guru dan siapapun yang setiap saat berdekatan dengan anak didik. “Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kemristek Dikti, serta kementerian lain yang terkait, harus duduk bersama menyamakan visi bagaimana cara mengontrolnya, dan memastikan mereka yang berinteraksi dengan anak didik tidak membawa paham yang bertentangan,” jelasnya.

Ketiga, karena ini tanggung jawab bersama, pemerintah perlu melibatkan masyarakat sipil, seperti ormas keagamaan yang dikenal komitmennya terhadap nilai-nilai kebangsaan. “Mereka harus digandeng untuk membantu menyebarkan dan menyosialisasikan visi misi kebangsaan dan sekaligus menangkal paham radikalisme dan ekstremisme ini,” imbuhnya.

Abdul Malik menambahkan, dia juga setuju adanya sertifikasi guru agama. Dalam sertifikasi tersebut, juga dipersyaratkan tidak pernah terlibat dengan gerakan radikalisme dan ekstremisme, serta setia pada Pancasila.

“Saya setuju soal sertifikasi. Sebenarnya sekarang sudah ada. Contoh, sertifikasi ustadz dan guru PNS, meskipun lebih ke pengabdian. Itu bisa dilengkapi dengan soal visi kebangsaan dan nilai Pancasila. Ini menjadi syarat mutlak. Jangan sampai guru yang mengajarkan radikalisme boleh dapat sertifikat,” katanya.

Selain itu, hal yang tak kalah pentingnya adalah mengontrol mereka yang bersekolah di luar negeri, khususnya ke negara-negara yang dikenal dengan paham radikalisme dan ekstremisme.

“Negara punya tanggung jawab mengantisipasinya. Kalau belajar di Indonesia, semangat radikalisme bisa diantisipasi. Seringkali yang bahaya adalah yang belajar di luar negeri. Makanya negara harus mengawasi, misalnya, melibatkan BIN (Badan Intelijen Negara),” tandasnya.

 

 

BERITA SATU

Roni Rumahorbo

Recent Posts

BINUS @Bekasi Bukan Sekadar Kampus, Tapi Solusi Masa Depan SDM Indonesia

Indonesia tengah menghadapi tekanan ekonomi yang kompleks dan multidimensi. Ketidakstabilan global yang dipicu oleh ketegangan…

1 hari ago

Solo Terintegrasi, Stasiun dan Terminal Terhubung, Efisienkan Perjalanan Masyarakat Pada Saat Lebaran

PT Kereta Api Indonesia (Persero) terus berkomitmen untuk meningkatkan pelayanan dan kemudahan bagi para pelanggan,…

2 hari ago

MAXY Academy Buka Sesi Konsultasi Gratis untuk Bantu Anak Muda Temukan Jalur Karier Digital

Jakarta, Kompas – Di tengah meningkatnya minat generasi muda untuk berkarier di dunia digital, masih…

2 hari ago

KA Bandara di Yogyakarta Catat Ketepatan Waktu 99,8% Selama Masa Angkutan Lebaran 2025

Yogyakarta — KA Bandara area Yogyakarta mencatat ketepatan waktu keberangkatan (on-time performance/OTP) yang sangat tinggi…

2 hari ago

Bitcoin Stabil di $84.000, Sentimen Pasar Masih Dibatasi Kekhawatiran Perang Dagang

Harga Bitcoin tercatat stabil pada level $84.447 pada Senin pagi (14/4), di tengah sentimen pasar…

3 hari ago

Mahasiswa Fashion Program BINUS UNIVERSITY Lakukan Immersion Trip ke Pekalongan: Mendalami Budaya, Menghidupkan Warisan dalam Karya

Dalam era globalisasi dan perkembangan industri fashion yang semakin dinamis, kebutuhan akan desainer yang tidak…

3 hari ago

This website uses cookies.