Categories: EDITORIAL

Pro Kontra Ex-Officio Kepala BP Batam, Siapa Untung?

Pro dan kontra masyarakat mewarnai pengangkatan Walikota Batam, Muhammad Rudi menjabat Ex Officio sebagai kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam. Berbagai kalangan mulai dari politisi hingga pengusaha Kota Batam ikut bersuara menolak kebijakan pemerintah pusat tersebut. Meski begitu, tak sedikit juga politisi maupun pengusaha yang setuju dengan kebijakan Ex-Officio ini.

Buruknya pertumbuhan ekonomi di Kota Batam dalam beberapa tahun terakhir memaksa berbagai pihak berfikir keras membenahi kondisi. Mulai pemerintah daerah hingga pemerintah pusat tak luput memberikan perhatian demi kemajuan Kota yang ini.

Batam yang memiliki dua lembaga pemerintahan yaitu BP Batam dan Pemerintah Kota Batam sebenarnya telah mencapai kesepakatan wilayah kerja sejak pertama kali pemerintahan kota berdiri. Wilayah pelabuhan dan bisnis dikelola BP Batam sementara wilayah administratif menjadi domain pemerintah kota.

Waktu berjalan. Pemerintah kota Batam yang lahir setelah BP Batam mulai bekerja di wilayah administratif. Sementara BP tetap melanjutkan tugas awalnya. Sebagai institusi pemerintah daerah yang baru tentu banyak PR untuk diselesaikan. Fasilitas pendidikan, kesehatan serta perkantoran lembaga-lembaga pemerintah membutuhkan sarana. Sementara lahan di pulau Batam kepemilikannya berada di bawah BP Batam. Ini menjadi salah satu kendala pembangunan yang dilkukan pemerintah kota. Juga anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang tak cukup besar adalah bagian dari kendala nyata bagi pembangunan yang dihadapi pemerintah kota.

Pembagian wilayah kerja antara dua pemegang kuasa ini diharapkan mampu menopang Batam menjadi lebih maju. Namun begitu, kendati antara BP Batam dan Pemerintah Kota memiliki wilayah masing-masing, pada kenyataannya wewenang diantara kedua lembaga ini tak jarang menjadi pemicu masalah bagi pembangunan. Hingga muncul persepsi publik bahwa terjadi dualisme pemerintahan diantara dua lembaga tersebut.

Sedikit mundur ke belakang, semenjak Kepala BP Batam, Mustofa Widjaya digantikan Hatanto Reksodiputro dengan membawa program perubahan Free Trade Zone (FTZ) menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) juga mendapat penolakan keras dari kalangan pengusaha. Penerapan program KEK terhambat bahkan tidak terlaksana. Belum genap setahun Hatanto diganti oleh Lukita Dinarsyah Tuwo dengan tetap membawa semangat perubahan ekonomi Batam yang telah lama anjlok.

Tak jauh berbeda. Lukita sebenarnya masih tetap membawa misi perubahan FTZ menjadi KEK. Hanya saja sektor pariwisata lebih ditonjolkan sebagai program baru bagi BP Batam. Dengan harapan dapat menarik simpati banyak pihak termasuk pengusaha asing untuk berkunjung ke Batam. Lukita juga dikenal dapat menjalin hubungan yang baik dengan para pengusaha serta pemerintah kota.

Walau demikian Lukita tetap tak lepas dari kritik atas program pariwisata yang ia kembangkan. Bahkan muncul tudingan pada Lukita bahwa program pariwisata dianggap tidak tepat karena pariwisata harusnya dikelola oleh pemerintah kota. Sementata BP Batam tetap fokus pada wilayah industrial dan menarik investor ke Batam.

Lukita menjabat kepala BP Batam sedikit lebih lama dari Hatanto Reksodiputro. Ia diganti kembali lantaran pemerintah pusat melalui Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution mengumumkan kebijakan Ex-Officio. Sehingga dalam masa transisi atau persiapan pengangkatan Walikota Batam merangkap sebagai Kepala BP Batam, Lukita digantikan oleh  Edy Putra Irawady.

Edy Irawadi mengemban tugas dalam masa transisi yaitu menyiapkan laporan peralihan jabatan Ex-Officio, menyiapkan regulasi teknis untuk pelaksanaan jabatan Ex-Officio, dan melaksanakan tugas rutin yang tidak bersifat kebijakan (policy). Dan disisi lain, pemerintah pusat menyelesaikan regulasi terkait jabatan Ex -Officio.

Akhir bulan April 2019 regulasi dijadwalkan selesai. Dengan demikian diharapkan pada awal Mei 2019 Ex-Officio sudah dapat diberlakukan. Sayangnya harapan ini tidak berjalan mulus. Pelantikan Walikota Batam jadi Ex-Officio Kepala BP Batam pun tertunda.

Spanduk penolakan Ex-Officio oleh karyawan BP Batam menandai masa berakhirnya masa jabatan Edy Putra Irawady sebagai PLT Kepala BP Batam. Seperti berbalas pantun, pendukung Ex-Officio ikut memasang spanduk dukungan agar Walikota Batam segera dilantik Ex-Officio.

Dan lagi-lagi sebagian pengusaha Batam paling depan dalam menolak Ex-Officio. Begitu juga sikap politisi di Komisi II DPR RI, Ombusdman RI serta pusat studi ekonomi dan kebijakan publik Universitas Gajah Mada menyatakan meminta pemerintah untuk membatalkan rencana penunjukan Walikota Batam sebagai Ex-Officio Kepala BP Batam karena berpotensi mal administrasi.

Penolakan terhadap kebijakan pemerintah pusat sebenarnya tidak hanya pada kebijakan Ex-Officio saja. Namun penolakan sudah terjadi sejak perubahan FTZ menjadi KEK diwacanakan. Yaitu ketika Hatanto Reksodiputro menggantikan Mustofa Widjaya sebagai kepala BP Batam. Pertanyaan sederhana yang paling relevan adalah kenapa kebijakan pemerintah pusat untuk perubahan Batam selalu ditentang? Kemudian, jika Ex- Officio ditolak, siapa yang diuntungkan?

Pada sisi lain masyarakat menaruh harapan tinggi pada Walikota Batam untuk ikut andil menjelaskan manfaat dari implementasi kebijakan Ex-Officio. Apa dan bagaimana perubahan yang terjadi jika Ex-Officio diterapkan. Adakah perubahan nyata bagi pembangunan ekonomi dan iklim investasi di Kota Batam.

Kalaupun ada penolakan Ex-Officio, seharusnya terlepas dari personal yang akan menjabat. Karena jika didasarkan pada personal, tentu tidak tepat melihat jabatan yang ada pada personal tersebut memiliki batas waktu. Dan yang lebih harus diutamakan adalah pengelolaan Kota Batam dengan meminimalisir segala persoalan yang menghambat proses pembangunan.

Bagaimanapun Walikota merupakan representasi masyarakatnya. Karena ia adalah orang yang dipilih dan dipercaya oleh sebagian besar masyarakat untuk memimpin kota tersebut. Artinya, jika para pihak memang mendukung pembangunan Kota Batam, memberikan kepercayaan kepada orang yang terpilih sebagai pemimpin adalah suatu keniscayaan.

Dalam situasi seperti saat ini Batam perlu kepastian melakukan perubahan dan perbaikan ekonomi. Ego politik maupun kelompok dan juga pribadi seharusnya ditujukan bagi kepentingan masyarakat umum. Ex Officio atau pembubaran BP Batam juga FTZ atau KEK hanyalah soal cara, tujuannya tetap sama untuk pembangunan Kota Batam.**

Redaksi - SWARAKEPRI

Share
Published by
Redaksi - SWARAKEPRI

Recent Posts

PT Dua Samudera Perkasa Sukses Selenggarakan Diklat Mooring Unmooring dengan Port Academy

PT Dua Samudera Perkasa dengan bangga menggelar Diklat Mooring Unmooring bersertifikasi BNSP bekerja sama dengan…

4 jam ago

Maxy Academy Hadirkan Pelatihan “Digital Marketing 101” untuk Persiapkan Ahli Pemasaran Digital Masa Depan

Maxy Academy mengumumkan pelatihan terbaru bertajuk "Digital Marketing 101: Sosial Media Marketing (Daring)", yang dirancang…

6 jam ago

Halo Robotics Sukses Gelar Drone Talks @ The Mulia, Dorong Inovasi Keamanan dengan Otomasi & AI

Halo Robotics dengan bangga mengumumkan kesuksesan acara Drone Talks @ The Mulia yang diselenggarakan pada…

10 jam ago

Jelang Keputusan The Fed: Bitcoin Melonjak Hampir USD $60.000 Lagi

Harga Bitcoin kembali mengalami koreksi dan turun di bawah USD $60 ribu, menjelang keputusan suku bunga…

11 jam ago

BARDI Smart Home: Dari Garasi ke 4 Juta Pengguna – Apa Rahasianya?

Ketika banyak perusahaan lokal berjuang untuk bertahan hidup di tengah krisis pandemi, BARDI Smart Home…

12 jam ago

Elnusa Petrofin Kembali Gelar Program CSR ASIAP untuk Kurangi Sampah Laut di Desa Serangan, Bali

BALI - Permasalahan lingkungan akibat sampah plastik masih menjadi tantangan serius bagi kelestarian ekosistem laut…

19 jam ago

This website uses cookies.