Categories: Lingga

Bupati Wujudkan Indikasi Geografis Sagu Lingga

LINGGA – Bupati Lingga, Alias Wello melakukan pertemuan dengan Kakanwil Kemenkumham Kepri dalam rangka membahas pendaftaran Indikasi geografis Sagu Lingga di ruang kerja Kakanwil Kemenkumham Kepri, Sabtu (27/4/2019)

Pertemuan tersebut dihadiri oleh Bupati Lingga Alias Wello, Ketua Perhimpunan Pendayagunaan Sagu Indonesia (PPSI) cabang Lingga Deddy Zufriandy Noor, Kadiv Pelayanan Hukum dan HAM Bapak Darsyad dan Kabid pelayanan hukum Bapak Zulhairi.

Dalam pertemuan tersebut, kedua belah pihak tidak hanya membahas tentang Indikasi geografis saja tapi meluas kepada semua fungsi Kanwil Kemenkumham, sehingga membuahkan sebuah kesepakatan saling mendukung untuk kerjasama dalam meningkatkan kualitas pembangunan hukum dan HAM di Kabupaten Lingga yang dituangkan dalam bentuk MoU (memorandum of understanding).

Pada pertemuan tersebut, Bupati Lingga mengatakan bahwa dengan adanya pendaftaran indikasi geografis sagu Lingga, akan memberikan perlindungan terhadap petani ataupun produsen, wilayah atau kawan penghasil sagu, metode produksinya, serta kualitas produk yang disesuaikan dengan karakteristik geografis. Sehingga ada jaminan hukum terhadap produk sagu kita kedepannya.

“Kita tidak mau nanti ada pihak-pihak yang mengakui produk sagu kita adalah produk mereka, untuk itulah kita daftarkan produk sagu kita ini,” Bupati seperti dalam siaran pers yang diterima swarakepri.com, Minggu(28/4/2019).

Sagu merupakan salah satu sumber karbohidrat bagi sebagian masyarakat di berbagai negara di dunia. Pati sagu dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk industri pangan dan non pangan. Di Indonesia, pati sagu telah menjadi bahan pangan utama untuk memenuhi sumber karbohidrat, khususnya bagi sebagain masyarakat di kawasan timur Indonesia.

Luas lahan sagu di kabupaten Lingga saat ini diperkirakan mencapai 3.341 Ha, dengan produksi sagu mencapai 2.614 ton/tahun. Sehingga bagi masyarakat kabupaten Lingga, sagu Lingga merupakan salah satu penopang perekonomian bagi masyarakat Lingga dan perlu mendapatkan perlindungan.

Karakteristik lahan di kabupaten Lingga sangat mendukung dalam pertumbuhan tanaman sagu. Kondisi wilayah geografis yang berupa daerah berlumpur, akar nafas tidak terendam, kaya mineral, kaya bahan organik, air tanah yang berwarna cokla an bereaksi agak masam, sehingga habitat tersebut sangat cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme yang berguna bagi pertumbuhan tanaman sagu.

Dari hasil uji yang dilakukan di Laboratorium Pengujian Teknollogi Industri Pertanian IPB, sagu Lingga memiliki karakteristitk warna putih bersih, lolos ayakan 100 mesh 87,5 % b.b, bau dan rasa normal sagu. Sifat kimia lain adalah : Kadar Abu : 0,42 %, Serat Kasar : 0,1 % Dejarat Asam : 1,69. Untuk uji cemaran mikroba E.Coli dan Salmonella tidak terdeteksi, sehingga semua hasil uji terhadap sagu Lingga sudah memenuhi persyaratan SNI : 3729.2008.

Pengajuan perlindungan Indikasi geografis Sagu Lingga diajukan oleh Perhimpunan Pendayaguna Sagu Indonesia Kabupaten Lingga yang sudah mendapat dukungan dari Bupati Lingga.

Untuk diketahui, Indikasi geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan atau produk yang dihasilkan.

Indikasi geografis dapat merujuk pada nama tempat atau kata-kata yang berkaitan dengan suatu tempat yang digunakan untuk mengidentifikasi produk-produk yang berasal darir tempat-tempat tersebut dan memiliki karakteristik tersebut. Dengan kata lain, indikasi geografis memiliki empat komponen penting, yaitu nama, produk, asal geografis, dan kualitas, reputasi atau karakteristik lainnya.

Berdasarkan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang merk dan Indikasi geografis, hak atas Indikasi geografis adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemegak hak Indikasi geografis yang terdaftar, selama reputasi, kualitas dan karakteristik yang menjadi dasar diberikannya perlindungan atas Indikasi geografis tersebut masih ada. Dalam Indikasi geografis, terdapat hak-hak yang memungkinkan untuk mencegah penggunaan oleh pihak ketiga yang produknya tidak sesuai dengan standar yang berlaku.

Perlindungan Indikasi geografis menjadi penting karena Indikasi geografis juga merupakan hak milik yang memiliki nilai ekonomis, sehingga perlu mendapat perlindungan hukum. Indikasi geografis juga merupakan tanda pengenal atas barang yang berasal dari wilayah tertentu atau nama dari barang yang di hasilkan dari suatu wilayah tertentu yang dihasilkan dari suatau wilayah tertenty dan secara tegas tidak bisa dipergunakan untuk produk sejenis yang dihasilkan dari wilayah lain.

Selain itu, Indikasi geografis juga dapat menjadi indikator kualitas yagn menginformasikan kepada konsumen bahwa barang tersebut dihasilkan dari suatu lokasi tertentu, dimana pengaruh alam sekitar menghasilkan kualitas barang dengan karakteristik tertent yang terus dipertahankan reputasinya. Indikasi geografis dapat juga memberikan nilai tambah komersial terhadap produk, karena orisinalitasnya dan limitasi produk yang tidak bisa diproduksi oleh daerah lain.

Serupa dengan perlindungan merk di Indonesia, perlindungan Indikasi geografis juga mensyaratkan adanya suatu proses permohonan pendaftaran. Hanya saja pendaftaran dilakukan oleh kelompok masyarakat atau institusi yang mewakili atau memiliki kepentingan atas produk bersangkutan.

Indikasi geografis dilindundi setelah Indikasi geografis tersebut didaftarkan oleh Menteri Hukum dan HAM dan dapat pula didaftarkan berdasarkan perjanjian internasional.

Berbeda dengan perlindungan merk, Indikasi geografis tidak mengelan batas waktu perlindungan sepanjang karakteristik yang menjadi unggulannya masih tetap dapat dipertahankan. Indikasi geografis dilindungi selama karakteristik khas dan kualitas yang menjadi dasar bagi diberikannya perlindungan atas Indikasi geografis tersebut masih ada.

Perlu diketahui bahwa, perlindungan Indikasi geografis ini hanya akan berlaku selama obyek berupa produk tersebut masih ada. Bila produk tersebut punah atau tidak dapat dibudidayakan, maka secara otomatis perlindungannya menjadi hilang.

 

 

Penulis : Humas Pemkab Lingga/r

Editor   : Rudiarjo Pangaribuan

Redaksi - SWARAKEPRI

Recent Posts

Pembangunan Proyek Ekosistem Industri Baterai EV Bisa Dukung Transisi Energi

Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) mengapresiasi langkah Grup MIND ID dalam membangun proyek ekosistem industri…

2 jam ago

Pemesanan Tiket Kereta Api Bisa Dilakukan Lebih Dekat dengan Jadwal Keberangkatan

Palembang, 11 Juli 2025 - PT Kereta Api Indonesia (Persero) mulai tanggal 10 Juli 2025…

7 jam ago

Bangun Benteng Hijau, PT Hino Finance Indonesia Tanam Ribuan Mangrove di Wonorejo, Surabaya

Dalam rangka memperkuat komitmen terhadap keberlanjutan lingkungan, PT Hino Finance Indonesia berkolaborasi dengan LindungiHutan dalam…

11 jam ago

BRI Manajemen Investasi Sabet Dua Penghargaan Best Asset Manager dari Alpha Southeast Asia 2025

PT BRI Manajemen Investasi (BRI-MI) kembali mencatatkan prestasi membanggakan di tingkat regional. Dalam ajang Alpha…

11 jam ago

REA Berdayakan Lebih dari 600 Petani Swadaya di Kalimantan Timur untuk Kepatuhan EUDR dan Sertifikasi RSPO dengan Dukungan Teknis dari KOLTIVA

REA menjalankan program SHINES untuk mendukung lebih dari 600 petani swadaya di Kutai, Kalimantan Timur,…

12 jam ago

ANTAM Raih Apresiasi ICDX Berkat Komitmen Energi Bersih di UBPP Logam Mulia

PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau ANTAM memperoleh apresiasi dari Indonesia Commodity & Derivatives Exchange…

12 jam ago

This website uses cookies.