Categories: NASIONAL

Jokowi: IMF Sebut Ekonomi RI Jadi Titik Terang di Tengah Kesuraman Ekonomi Dunia

Para pengunjung melintas di depan layar yang menunjukkan data perdagangan Bursa Efek Indonesia (IDX), di Jakarta, 9 Maret 2020. (Foto: AFP)

Ancaman Resesi Global

Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menyebut tidak ada satu negara pun yang bisa aman dari resesi ekonomi. Ia mengatakan kondisi ekonomi Indonesia saat ini memang masih dalam keadaan relatif baik karena kenaikan harga komoditas akibat perang Ukraina.

Hal tersebut membawa angin segar sehingga neraca perdagangan nasional mengalami surplus.

Namun, Bhima menekankan bahwa resesi ekonomi kelak bisa menurunkan permintaan dari komoditas yang saat ini menjadi primadona bagi ekonomi di Tanah Air. Ia berpendapat permintaan komoditas yang menjadi bahan baku industri manufaktur akan turun seiring dengan berkurangnya permintaan dari Amerika Serikat (AS), Eropa, dan terutama China.

Kondisi perekenomian China sendiri, kata Bhima, akan sangat berpengaruh pada perekonomian nasional mengingat kedua negara memiliki nilai ekspor dan impor yang cukup signifikan.

“Perdagangan Indonesia dengan China itu 30 persen. Kita bergantung impor kepada mereka dan 20 persen ekspor kita menuju pada pasar China,” ungkap Bhima kepada VOA.

Maka dari itu, menurutnya, Indonesia harus berhati-hati menghadapi berbagai risiko akan gelap dan suramnya perekonomian global pada tahun depan. Jangan sampai, kata Bhima, Indonesia kembali jatuh ke jurang krisis seperti pada 1998.

Produk-produk ekspor China siap dikapalkan di Pelabuhan Shanghai. (Foto: Dok)

“Pujian seperti itu mengingatkan kita pada tahun 1997 (ketika) Indonesia dijuluki sebagai The Asian tiger, atau negara asia yang pertumbuhannya cukup tinggi. Tapi setelah itu Indonesia masuk ke jurang krisis pada tahun 1998,” katanya.

Bhima menyarankan kepada pemerintah, untuk mempersiapkan kebijakan paket kebijakan antiresesi, seperti peningkatan perlindungan sosial, relaksasi pajak seperti tarif pajak PPN yang dikurangi menjadi delapan persen dari 11 persen, kemudian insentif bagi UMKM, atau kepada pelaku usaha yang bergerak di sektor padat karya.

“Hingga penambahan jaring pengaman sosial hingga dua kali lipat dari PDB. Sebelumnya 2,5 persen perlindungan sosial dari PDB. Idealnya bisa menjadi lima persen atau dua kali lipat porsinya dibandingkan dengan yang eksisting. Itu sebenarnya yang harus dilakukan dan menunjuk komite khusus untuk penangan resesi ekonomi,” pungkasnya./VOA

Page: 1 2

Redaksi - SWARAKEPRI

Recent Posts

Harga Minyak WTI Naik Tipis, Didukung Ketegangan Geopolitik dan Permintaan Tiongkok

Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mencatatkan kenaikan tipis sebesar 14 sen, atau 0,2%,…

12 jam ago

Ini Dia Pilihan 10 Aplikasi Musik Online Terbaik di 2024

Musik telah menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari, dan dengan kemajuan teknologi, mendengarkan musik semakin…

13 jam ago

Usai Cuti, Kepala BP Batam Dengarkan Laporan Kinerja dari Wakil Kepala BP Batam

BATAM - Kepala Badan Pengusahaan Batam (BP Batam), Muhammad Rudi menerima sekaligus mendengarkan paparan Laporan…

13 jam ago

Tokocrypto dan OCBC Luncurkan Kartu Global Debit Spesial

Jakarta, 19 November 2024 - Berdasarkan data dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), pertumbuhan transaksi…

14 jam ago

Indonesia Blockchain Week 2024: Sukses Gaet Lebih dari 1.700 Peserta

Indonesia Blockchain Week (IBW) 2024 sukses diselenggarakan pada 19 November 2024 di The Ritz-Carlton Pacific…

14 jam ago

BINUS University Jadi Universitas Terbaik Nomor 2 di ASEAN

Jakarta, 20 November 2024 - BINUS UNIVERSITY, sebagai Perguruan Tinggi Indonesia berkelas dunia mengucapkan terima…

14 jam ago

This website uses cookies.