WASHINGTON DC — Mahasiswi S2 berprestasi asal Binjai, Sumatera Utara, Hairani Armaya Doremi, belum lama ini ditunjuk sebagai pembicara utama dalam upacara wisuda kelulusan di universitas Northeastern di Boston, Massachusets.
Kisah hidupnya yang penuh inspirasi dan kegigihannya dalam menempuh pendidikan tinggi menjadi penyemangat baginya dalam mengejar cita-cita, dengan tujuan untuk membantu sesama.
Seperti katanya, “ada beberapa level kesuksesan dalam hidup dan untuk mencapai kesuksesan itu butuh kerja keras.”
Kerja Keras “Menanggung Orang Tua”
Hairani Armaya Doremi yang akrab disapa Doremi adalah bungsu dari tiga bersaudara. Sejak masih berumur 15 tahun, Doremi sudah bekerja demi membantu orang tua.
“Doremi dari SMA udah kerja untuk menanggung orang tua,” cerita Armaya Doremi kepada VOA.
“Waktu itu bekerja sebagai SPG (sales promotion girl) kerja di mall untuk kasih-kasih brosur ke customers di mall. Trus juga sering ikut lomba nyanyi and hadiah menangnya digunakan untuk bantu orang tua juga,” kenangnya.
Sewaktu Doremi kecil, ayahnya sempat membangun usaha bengkel mobil. Namun, bisnisnya kian menurun dan seiring bertambahnya usia, akhirnya dia menutup bengkel tersebut.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Doremi lalu membantu ayahnya membuka usaha kecil sebagai distributor gas elpiji.
“Doremi itu sosok anak yang baik, gigih, bekerja keras,” ujar Umi Kalsum, ibu Doremi, kepada VOA belum lama ini.
“Dia menyayangi keluarga, menyayangi orang tua,” tambahnya.
Namun, pekerjaan tidak membuat doremi lupa akan segalanya, khususnya dunia pendidikan. Perempuan kelahiran tahun 1989 ini berhasil mendapat gelar D3 jurusan pariwisata dari Universitas Sumatra Utara di Medan.
Siapa yang menyangka bahwa bakatnya di dunia tarik suara lalu mendatangkan peruntungan dan membawanya ke ajang Indonesian Idol pada tahun 2010. Pada waktu itu Doremi sudah bekerja sebagai penyanyi dan DJ.
Setahun kemudian, ia memutuskan untuk pindah ke Jakarta dan menempuh pendidikan S1 jurusan komunikasi di Universitas Prof.Dr. Moestopo Beragama di Jakarta.
Raih Beasiswa Sempat Kena Tipu
Sewaktu kuliah di Jakarta, Doremi sempat bekerja selama 5 tahun dengan gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, yang pada waktu itu belum menjabat sebagai gubernur.
“(Saya rasa) dia suka work attitude Doremi. Suka dengan cara kerja pada saat sama dia kerja lima tahun. (Lalu) dia kasih kesempatan, ‘Armaya, kamu S2 aja,’” kenang Doremi.
Pada waktu itu ia mendapat tawaran untuk meneruskan studi di Melbourne, Australia. Kesempatan yang ada di depan mata langsung diambilnya. Namun, Doremi menyadari kelemahannya. Ia sama sekali tidak menguasai bahasa Inggris
Tanpa pikir panjang, ia pun langsung mendaftarkan diri untuk les bahasa Inggris secara intensif selama 10 bulan. Lagi-lagi kegigihannya dilirik oleh Viktor, yang lalu malah menganjurkan Doremi untuk menempuh S2 di Amerika Serikat.
Walau bimbang karena akan tinggal berjauhan dari keluarga, Doremi terus belajar bahasa Inggris, hingga lulus tes TOEFL, setelah 7 kali gagal.
Akhirnya Doremi menemukan kampus impiannya, universitas Northeastern yang menawarkan jurusan yang diminatinya.
“I like public relations, jadi Doremi penginnya ambil yang related,” jelas perempuan kelahiran Medan ini.
Walau peluang sudah terbuka, perjalanannya untuk meneruskan pendidikan di AS tidaklah mulus. Ia sempat titipu oleh agen yang mengatakan akan mendaftarkannya ke universitas tersebut.
“Dibohongi sama agency, uangnya dilarikan, karena katanya mau daftarin ke Northeastern, ternyata mereka enggak daftar tapi uangnya diambil,” kenang Doremi.
Terlepas dari semua itu, akhirnya Doremi terus maju sampai akhirnya berhasil diterima di universitas Northeastern, AS.
Bertahan di Udara Dingin
Ketika pertama kali menginjakkan kaki di AS tahun 2018, Doremi langsung disambut udara dingin yang sangat bertolak belakang dengan di Indonesia.
“Subhanallah, udah enggak bisa lagi deh. Dingin banget. Akhirnya cari jalan sendiri gimana supaya ke dorm (red. asrama).” cerita Doremi.
Selama empat bulan, Doremi memilih untuk tinggal di asrama sebagai caranya untuk mempelajari kebudayaan Amerika, serta proses belajar para mahasiswanya.
Sebagai caranya lagi untuk beradaptasi dengan kehidupan kampus, Doremi lalu mendaftarkan diri ke program pra S2 di universitas Northeastern selama dua semester.
“Pada saat itu belajar American culture, belajar bagaimana cara menulis di graduate school, bagaimana cara membaca article or case study di graduate school. Jadi kayak build critical thinking sebagaimana anak S2 di Amerika,” jelasnya.
Beberapa bulan pertama, Doremi mengaku sempat mengalami gegar budaya dan rindu kampung halaman, ditambah lagi udara dingin yang membuat seluruh badannya gatal dan sakit setiap minggu.
“Tiap hari telepon sama orang tua kan, video call. Alhamdulillah teknologi (memecahkan) segalanya,” kata Doremi.
Belajar Mandiri di Amerika
Tinggal di negara yang asing baginya memaksa Doremi untuk belajar lebih mandiri dan menghargai orang lain. Pasalnya, Doremi harus tinggal di kamar asrama kecil, bersama beberapa teman yang berasal dari negara yang berbeda. Tanpa disangka, hal ini meninggalkan kesan tersendiri baginya.
“Doremi satu kamar sama orang Korea, yang kita literally punya different culture. Jadi kita punya dua tempat tidur, kita punya dua desk, dorm kita kecil banget. Jadi mau telepon harus suaranya kecilin dikit. Mau ke kamar mandi juga harus bersihin kamar mandinya, karena supaya roommate yang lain bisa (pakai), bisa bersih,” kata Doremi.
Hal ini mendorongnya untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan kuat.
Tidak hanya beradaptasi di lingkungan baru yang menjadi tantangan, Doremi juga berusaha untuk hidup hemat dan beradaptasi dengan makanan yang ada.
“Bulan ke-2, ke-3 sampai setahun itu Doremi cuman makan nasi sama sup kentang, sama wortel yang Doremi rebus, pakai telur mata sapi setiap hari,” kata Doremi.
“Doremi memang enggak suka makan sushi. Seumur hidup enggak pernah makan sushi, enggak pernah makan steak pada saat itu. Enggak pernah makan makanan mahal lah, karena kan memang duitnya dulu enggak ada untuk beli makanan,” tambahnya.
Berjuang dan Fokus di Kelas
Di luar kehidupan asrama, Doremi masih harus berjuang untuk berhasil di kelas.
“Enggak pernah putus asa sih. Insyaallah enggak pernah putus asa,” kata Doremi.
Kelemahannya dalam bahasa Inggris menjadi penyemangatnya untuk terus fokus dan belajar setiap hari.
“Tantangannya itu bagaimana Doremi bisa (berkompetisi) dengan mereka dan bisa sama. Jadi kayak enggak ada gap, between Doremi yang enggak bisa bahasa Inggris, sama siswa-siswa yang ada di kelas dari negara lain,” ujarnya.
Doremi mengaku sangat menikmati proses belajar di Amerika yang menurutnya berbeda dengan di Indonesia.
“Cara ngajarnya juga lebih independen ya. Independennya itu kita diajarin untuk berekspresi lebih dalam, kita diajari untuk lebih bisa menggunakan critical thinking untuk mengungkapkan pendapat kita,” jelasnya.
Menurut Doremi, hubungan antara guru dan mahasiswa juga dekat. Universitas juga menyediakan fasilitas yang lengkap, termasuk para tutor yang siap membantu para mahasiswa setiap saat.
“Setiap ada assignment Doremi datang ke tutor Doremi. Tanya ini gimana, terus balik lagi buat essay, draft-nya balik lagi tanya,” kata Doremi.
Semasa kuliah, Doremi berusaha untuk selalu duduk di depan, banyak bertanya, dan menyelesaikan tugas dengan tepat waktu. Semua ini ia lakukan untuk mendapatkan nilai yang bagus.
“Jadi goal itu yang Doremi tancapkan, Doremi cuman pengin jadi student terbaik,” tegasnya.
Aktif di Kampus dan @StudywithArmaya
Sosok Doremi yang selalu bekerja keras kembali terlihat di dunia kampus. Ia bekerja sebagai koordinator bagian media dan yang membantu para mahasiswa internasional dalam beradaptasi di kampus.
Sebagai penyanyi, ia juga kerap diundang untuk tampil di berbagai acara yang diselenggarakan oleh komunitas internasional, seperti India dan Vietnam. Tidak hanya itu, ia juga kerap diundang untuk menjadi pembicara di seminar, di mana ia menjadi wakil mahasiswa internasional dari Indonesia.
Dari pengalamannya sebagai mahasiswa internasional, Doremi lalu membangun komunitas di Instagram @studywitharmaya dan mengadakan webinar yang dihadiri sekitar 60 orang. Melalui webinar ini, Doremi menjelaskan mengenai proses menuju studi di luar negeri dan berbagai hal yang perlu dipersiapkan.
“Semua pertanyaan yang Doremi dulu hadapi ternyata mereka juga punya. Doremi pengin jadi salah satu sumber untuk mereka, kasih informasi apa yang mereka mau, karena Doremi kan udah lewatin,” jelasnya.
Doremi melihat banyak peserta webinarnya yang malu berbahasa Inggris. Maka, ia pun mengadakan webinar khusus untuk topik percakapan dalam bahasa Inggris.
“Mereka ada yang belum bisa ngomong Inggris, tapi pengin sekolah di Amerika. Nah, menurut Doremi itu sangat sayang banget,” jelasnya.
Kandidat Mahasiswi Terbaik 2020-2021
Prestasi dan kerja keras Doremi selama tiga tahun di universitas Northeastern pun akhirnya terbayarkan. Tahun ini ia lulus dan dinobatkan sebagai salah satu kandidat mahasiswi terbaik di jurusannya yang berpeluang mendapatkan penghargaan “Top Recognition” untuk tahun ajaran 2020-2021.
Penghargaan ini dianugerahkan kepada mahasiswa dengan portofolio terbaik. Portofolio ini berisi hasil tugas Doremi selama menempuh pendidikan S2. Peraih penghargaan akan diumumkan setelah semester musim panas berakhir.
Salah satu tugas akhir Doremi juga berhasil mendapat nilai terbaik di kelasnya. Untuk tugas akhirnya ini, Doremi melakukan penelitian di bidang media sosial, di mana ia berperan sebagai konsultan untuk salah satu restoran ternama di Boston, Mida Restaurant.
“Doremi (membantu) restorannya untuk membangun mereka punya social media. Dan Doremi berhasil bantu restorannya untuk naikin followers (secara organik). Berhasil membantu mereka untuk raise brand awareness di Boston, (membantu) mereka untuk gain revenue restoran,” jelas Doremi.
Keuletan dan keberhasilan Doremi dipuji oleh sang pemilik restoran, Douglass Williams.
“(Armaya) menempatkan bisnis saya dalam sorotan yang lebih besar melalui media sosial, melalui strategi promosi dan pemasaran umum. Dia belajar sambil bekerja. Dan dia cemerlang, karena hal ini tidak mudah. Ini bisa dikatakan sebagai sebuah pekerjaan,” ujar Douglass Williams.
“(Mungkin kelihatannya) mewah dan glamor untuk bekerja di bidang media sosial dan sepertinya menyenangkan. Tapi itu adalah hasil akhir dari kerja keras,” tambahnya.
Jadi Pembicara Utama Wisuda
Doremi berangan-angan untuk bisa membagikan kisah hidup dan perjalanannya hingga sampai pada titik yang sekarang ini. Inilah yang mendorongnya untuk mendaftarkan diri sebagai pembicara utama wisuda di kampusnya.
Doremi lalu menulis naskah pidatonya dan juga merekam dirinya berpidato. Naskah dan video tersebut, beserta rekomendari dari 5 dosen ia berikan kepada panitia yang akhirnya memilihnya untuk menjadi pembicara utama wisuda tahun ini.
“Doremi tanya apa nih kriterianya yang membuat Doremi tuh terpilih. Terus mereka bilang, dengan story kamu yang sangat (inspiratif) dan juga cara kamu speech di video itu, kita yakin bahwa kamu bisa membawa suasana yang bagus untuk di commencement speaker,” kata Doremi.
Doremi berpidato mewakili ratusan lulusan di angkatannya pada acara wisuda yang berlangsung di Fenway Park, stadion tim baseball Red Sox Boston. Pidato Doremi ditonton oleh ratusan orang, baik secara tatap muka langsung mau pun virtual, sesuai dengan protokol kesehatan di era pandemi COVID-19.
Lewat pidatonya Doremi yang mengenakan kebaya tradisional Indonesia di balik toganya berseru kepada para lulusan tahun ini untuk meraih kesempatan yang ada dan “jangan takut ambil risiko,” dengan mengutip pesan dari presiden pertama Indonesia, Soekarno:
“Barang siapa ingin mutiara, harus berani terjun di lautan yang dalam.”
“Karena mungkin ada sesuatu yang berharga dan penting menunggumu,” lanjut Doremi dalam pidatonya.
Doremi pun memberikan kejutan pada akhir pidatonya, dengan menyanyikan beberapa bait lagu “Feeling Good,” yang dipopulerkan oleh penyanyi legendaris, Nina Simone, pada tahun 1964.
Pidatonya dipuji oleh Mary Ludden, Dekan Sementara yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor Senior, yang mengatakan, “Sepertinya kita punya calon dekan baru!”
Lewat virtual, Umi Kalsum pun ikut menonton puteri bungsunya berpidato sambil mengusap air mata.
“Saya sedih, haru, gembira, bangga. Yah, semualah bercampur. Karena dialah mengangkat derajat orang tua, dia adalah kebanggaan,” ujar Umi Kalsum, ibu Doremi.
Untuk ke depannya, Doremi berencana untuk mengembangkan komunitas “Study with Armaya” dan membantu orang-orang yang ingin belajar bahasa Inggris atau berencana melanjutkan studi ke Amerika.
Selain itu, ia juga ingin membuka agen media sosial untuk membantu usaha kecil yang ingin mengembangkan bisnisnya.
Satu hal yang tidak ia lupakan adalah untuk berterima kasih kepada Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laikodat.
“Pengin pulang ke NTT untuk membantu, untuk terima kasih ke pak gubernur, mau tanya apa yang bisa Doremi bantu dari hasil S2 Doremi,” kata Doremi.
Kesuksesan Doremi berkaca kembali pada dirinya. Kejujuran dan disiplin menjadi kunci keberhasilannya.
“Disiplin waktu, disiplin belajarnya, jangan lupa doa juga sama Tuhan karena kerja keras sama ditambah doa akan menghasilkan hasil yang sangat lebih bagus,” pungkas Doremi.
Tak lupa ia mendorong teman-teman agar fokus dalam melakukan apa yang diinginkan, untuk diri sendiri dan bukan untuk orang lain./Voice of America
Layanan SIP Trunk adalah layanan telepon yang dilakukan melalui jaringan internet, layanan SIP Trunk menjadi…
Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mencatatkan kenaikan tipis sebesar 14 sen, atau 0,2%,…
Musik telah menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari, dan dengan kemajuan teknologi, mendengarkan musik semakin…
BATAM - Kepala Badan Pengusahaan Batam (BP Batam), Muhammad Rudi menerima sekaligus mendengarkan paparan Laporan…
Jakarta, 19 November 2024 - Berdasarkan data dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), pertumbuhan transaksi…
Indonesia Blockchain Week (IBW) 2024 sukses diselenggarakan pada 19 November 2024 di The Ritz-Carlton Pacific…
This website uses cookies.