Categories: BISNIS

Perundingan I-EU CEPA Membajak Hak-Hak Demokrasi dan Mengabaikan Dampak bagi Masyarakat

Indonesia AIDS Coalition (IAC), bersama mitra lain mengkritik putaran perundingan ke-19 Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (Indonesia-EU CEPA) yang diadakan pada tanggal 1-5 Juli 2024. Perundingan ini dinilai telah mengabaikan hak-hak demokrasi dan berdampak negatif pada masyarakat. Salah satunya adalah akses masyarakat ke obat terjangkau.

Indonesia AIDS Coalition (IAC), bersama mitra lainnya, mengkritik putaran perundingan ke-19 Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (Indonesia-EU CEPA) yang diadakan pada tanggal 1-5 Juli 2024. Perundingan ini dinilai telah mengabaikan hak-hak demokrasi dan berdampak negatif pada masyarakat.

Ferry Norila, Koordinator Komunikasi, Kampanye, & Advokasi IAC, menambahkan bahwa monopoli paten telah berdampak negatif pada akses masyarakat ke obat, terutama untuk pasien seperti HIV, TB, dan hipertensi paru yang perlu meminum obat secara rutin. “Kelompok pasien dengan tegas menolak klausul TRIPS Plus yang akan memperkuat monopoli dan meningkatkan harga obat. Perjanjian ini melukai dan berdampak serius pada akses masyarakat ke obat,” ujar Ferry.

Rahmat Maulana Sidik, Direktur Eksekutif IGJ, menekankan bahwa perundingan I-EU CEPA dilakukan tanpa mendengar aspirasi publik dan partisipasi masyarakat sipil yang bermakna. “Perundingan I-EU CEPA ini harus dihentikan karena tidak mengakomodir kepentingan rakyat. Proses yang tertutup dan tidak transparan akan merugikan masyarakat,” ungkap Maulana.

Dampak I-EU CEPA pada Akses Masyarakat ke Obat-Obatan yang Terjangkau

Lutfiyah Hanim, Peneliti Senior IGJ, menjelaskan bahwa I-EU CEPA akan berdampak buruk pada akses masyarakat ke obat-obatan yang terjangkau. Bab Kekayaan Intelektual dalam perjanjian ini mengandung klausul ‘TRIPS Plus’ yang memperketat perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di atas standar internasional. “Perpanjangan masa perlindungan paten dan larangan impor paralel akan memperlambat masuknya obat generik dan menyebabkan harga obat menjadi mahal,” jelas Hanim.

Arni Rismayanti, Ketua Yayasan Hipertensi Paru Indonesia (YHPI), juga mengungkapkan kekhawatirannya terkait akses pasien hipertensi paru ke obat-obatan yang terjangkau. “Banyak obat yang dibutuhkan tidak tersedia atau dijual dengan harga sangat mahal di Indonesia. Kami menolak klausul TRIPS Plus dalam I-EU CEPA karena akan semakin membebani pasien,” jelas Arni.

Contohnya adalah Macitentan, yang harganya di Indonesia mencapai 31 juta Rupiah untuk satu bulan. Sedangkan versi generiknya hanya 1,5 juta Rupiah per bulan. Variasi jenis obat hipertensi paru amat dibutuhkan oleh pasien karena sifat penyakitnya yang progresif, sehingga seiring dengan berjalannya waktu pasien membutuhkan penyesuaian dosis dan variasi jenis obat hipertensi paru untuk dapat bertahan hidup.

“Di antara 15 jenis obat hipertensi paru yang ada di dunia, obat golongan Endothelin Receptor Antagonist (Bosentan, Ambrisentan, dan Macitentan) adalah yang terjangkau selain Beraprost, Iloprost, dan Sildenafil yang memang sudah tersedia di Indonesia. Sedangkan sisanya bisa mencapai ratusan juta untuk kebutuhan satu bulan,” tambah Arni.

Seruan untuk Pemerintah Indonesia

IAC dan para mitranya mendesak Pemerintah Indonesia untuk menolak klausul TRIPS Plus yang diusulkan oleh Uni Eropa. Hal tersebut mencakup perpanjangan masa perlindungan paten, eksklusivitas data dan pasar, serta pembatasan impor paralel. Ferry Norila menegaskan bahwa perundingan tidak boleh dilakukan secara terburu-buru, terlepas dari target bersama untuk menyelesaikan perundingan sebelum bulan Oktober 2024.

“Kami tidak ingin Pemerintah Indonesia melakukan perundingan secara terburu-buru sehingga menyetujui klausul yang jelas-jelas merugikan, salah satunya adalah TRIPS Plus. Untuk itu, kami mendorong Pemerintah Indonesia untuk terus mempertahankan posisi sebagai negara yang berdaulat dan tidak tunduk kepada tuntutan pihak lain. No deal is better than a bad deal,” tutup Ferry.

Tentang Indonesia AIDS Coalition

Indonesia AIDS Coalition (IAC) adalah organisasi berbasis komunitas yang berkontribusi pada upaya untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat dalam program penanggulangan HIV-AIDS nasional melalui kolaborasi dengan para pemangku kepentingan.

Berdiri sejak tahun 2011, IAC memiliki pengalaman pengelolaan dana hibah yang ekstensif dan menjalin kemitraan dengan sejumlah K/L dan lembaga internasional seperti Komisi 9 DPR, Kementerian Kesehatan, Kantor Staf Presiden, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Dalam Negeri, Komnas HAM, Komnas Perempuan, UNAIDS, UNFPA, UN Women, UNDP, kelompok pasien, serta jaringan nasional populasi kunci. Selengkapnya di: iac.or.id/id

Press release ini juga sudah tayang di VRITIMES 

Pondra SwaraKepri

Recent Posts

PT Dua Samudera Perkasa Sukses Selenggarakan Diklat Mooring Unmooring dengan Port Academy

PT Dua Samudera Perkasa dengan bangga menggelar Diklat Mooring Unmooring bersertifikasi BNSP bekerja sama dengan…

1 menit ago

Maxy Academy Hadirkan Pelatihan “Digital Marketing 101” untuk Persiapkan Ahli Pemasaran Digital Masa Depan

Maxy Academy mengumumkan pelatihan terbaru bertajuk "Digital Marketing 101: Sosial Media Marketing (Daring)", yang dirancang…

1 jam ago

Halo Robotics Sukses Gelar Drone Talks @ The Mulia, Dorong Inovasi Keamanan dengan Otomasi & AI

Halo Robotics dengan bangga mengumumkan kesuksesan acara Drone Talks @ The Mulia yang diselenggarakan pada…

6 jam ago

Jelang Keputusan The Fed: Bitcoin Melonjak Hampir USD $60.000 Lagi

Harga Bitcoin kembali mengalami koreksi dan turun di bawah USD $60 ribu, menjelang keputusan suku bunga…

7 jam ago

BARDI Smart Home: Dari Garasi ke 4 Juta Pengguna – Apa Rahasianya?

Ketika banyak perusahaan lokal berjuang untuk bertahan hidup di tengah krisis pandemi, BARDI Smart Home…

8 jam ago

Elnusa Petrofin Kembali Gelar Program CSR ASIAP untuk Kurangi Sampah Laut di Desa Serangan, Bali

BALI - Permasalahan lingkungan akibat sampah plastik masih menjadi tantangan serius bagi kelestarian ekosistem laut…

14 jam ago

This website uses cookies.