BATAM – Ketua DPRD Kota Batam Nuryanto mengatakan, persoalan pengelolaan Teluk Kering terjadi akibat kurangnya koordinasi yang baik antara Badan Pengusahaan (BP) Batam dengan Pemko Batam.
Menurutnya, persoalan kewenangan ini seharusnya bisa diselesaikan, bila kedua instusi pemerintahan tersebut saling terbuka dan transparan dengan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat Kota Batam.
“Yang saya tangkap disini kurangnya kordinasi yang baik. Terakhir informasi ada dua kepentingan BP Batam dan Pemko Batam,” kata Nuryanto, Kamis (7/2/2019).
Diakuinya, sejauh ini DPRD Batam belum mengetahui sejauh mana rencana megaproyek yang akan dibangun di atas lahan yang akan direklamasi tersebut. BP Batam, karena memang tidak ada hubungan kerja dengan DPRD. Namun pemko yang merupakan mitra juga belum memberi tahu rencana mendatangkan investor di Teluk Kering itu.
“Artinya, kami yang juga bagian pemerintah daerah hanya sebagai penonton,” tutur Nuryanto.
Disinggung mengenai kewenangan Teluk Kering tersebut, ia menjawab kedua lembaga pemerintah itu memiliki masing-masing dasar hukum. BP Batam dengan Peraturan Presiden (Pepres) Nomor 87 Tahun 2011 tentang rencana tata ruang kawasan Batam, Bintan dan Karimun. Sementara Pemko Batam dengan Undang-undang 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau terluar serta Pepres 78 Tahun 2005.
“Dua-duanya ada dasar dan undang-undang. Tapi dalam pelaksanaan apa salahnya kita sinergi dan saling membantu,” ungkap politikus PDI Perjuangan itu.
Namun begitu, Nuryanto melanjutkan secara aturan dan regulasi, wilayah mainland di Batam yang memiliki fasilitas Free Trade Zone atau kawasan perdagangan bebas dikelola oleh BP Batam. Sementara daerah yang tidak memiliki fasilitas tersebut, seutuhnya menjadi kewenangan Pemko Batam.
“Saya tak ingin menyebut siapa yang berwenang. Tapi setahu saya memang seperti itu aturannya sesuai Pepres 87 2011,” terangnya.
Nuryanto menambahkan, Pemko dan BP Batam mewakili negara semestinya lebih mengutamakan pelayanan dan sekaligus memberikan kepastian hukum bagi investor.
“Jangan sampai dengan polemik ini membuat investor menjadi enggan atau ragu berinvestasi di Batam sehingga yang dirugikan kita sendiri,” beber dia.
Terkait adakah dugaan kepentingan politis dalam penetapan ex officio, pimpinan DPRD Batam itu enggan menjawab. Diakuinya, semua harus berangkat dari aturan dan regulasi. Mau dibuat apa atau dibentuk apa Batam ini, kalau tidak ada regulasi, yang dirugikan adalah masyarakat.
“Cuma disesalkan kami tak pernah dilibatkan. Kita tak terinformasi dengan baik, baik itu dari BP Batam maupun pemko,” sesalnya.
“Yang jelas kami terus mendorong dua lembaga ini bersinergi dengan mngutamakan kepentingan masyarakat dan investor. Mudah-mudahan semuanya kembali kepada aturan dan regulasi yang mengatur,” ucap Nuryanto.
Ditanya mengenai Perda Ruang Tata Ruang Wilayah (RTRW) Batam, ia mengaku masih tertahan di Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Batam.
“Informasi dari Bapemperda, pak Wan selaku badan perencanaan pembangunan tidak bisa hadir, sehingga mereka belum bisa melaporkan harmonisasi,” ucapnya.
Terpisah Ketua Bapemperda DPRD Batam, Sukaryo menyebutkan, sampai sekarang Batam belum memiliki Perda RTRW. Pihaknya juga sudah beberapa kali meminta untuk dibahas. Hal ini mengingat Perda RTRW provinsi sudah lama diselesaikan.
“Belum punya. Tentu gak sesimple itu prosesnya,” katanya.
Diakuinya, butuh komitmen yang kuat antara Pemko Batam dan DPRD Batam untuk menyelesaikan. Pasalnya, beberapa kali Bapemperda menjadwalkan pembahasan, namun yang hadir bukan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeko) Batam Wan Darussalam. Melainkan perwakilan yang tidak bisa mengambil keputusan.
“Terakhir ada pak wan baru pemaparan tentang fungsi ruang. Itu pun baru awal. Yang kami tahu, Bapemperda sudah melakukan kegiatan sebagaimana amanah pimpinan untuk membahas ranperda,” tegasnya.
Ia menambahkan dalam pembahasan tentu diperlukan kerjasama dari pihak Pemko seperti kehadiran penanggung jawab atas ranperda RTRW. “Ini menjadi kendala teknis jika tidak terpenuhi,” beber Sukaryo.
Disinggung mengenai aturan kewenangan Teluk Kering, ia menjawab kembali kepada aturan. Karena di atas Perda RTRW ada aturan yang lebih tinggi yakni Pepres Nomor 87 Tahun 2011 tentang rencana tata ruang.
“Kita tak ingin keluar dari regulasi. Pembangunan Batam masih mengacu Pepres 87 Tahun 2011,” jelasnya. **
Berita ini telah terbit di batampos.co.id dengan judul https://batampos.co.id/2019/02/08/ketua-dprd-batam-persoalan-teluk-kering-karena-kurang-kordinasi-pemko-dan-bp-batam/
Jakarta, November 2024 – INKOP TKBM kembali bekerja sama dengan Port Academy untuk menyelenggarakan Diklat…
Mengapa Anda Tidak Boleh Lewatkan Acara Ini? Ini adalah kesempatan pertama di Indonesia untuk memiliki TCG One…
Layanan SIP Trunk adalah layanan telepon yang dilakukan melalui jaringan internet, layanan SIP Trunk menjadi…
Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mencatatkan kenaikan tipis sebesar 14 sen, atau 0,2%,…
Musik telah menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari, dan dengan kemajuan teknologi, mendengarkan musik semakin…
BATAM - Kepala Badan Pengusahaan Batam (BP Batam), Muhammad Rudi menerima sekaligus mendengarkan paparan Laporan…
This website uses cookies.