Categories: BATAM

Begini Penjelasan Saksi Ahli di Sidang Kasus Nurmian Manalu

Ayat (2) disebutkan “Pengadilan dimaksud ayat (1) pasal ini hanya memberi izin kepada suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila:

a. Isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai seorang isteri;

b. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;

c. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.”

Pasal 5 ayat (1) disebutkan “Untuk dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini harus memenuhi syarat-syarat berikut:

a. Adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;

b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka;

c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.”

Semua uraian dan penjelasan pada pasal-pasal Undang-undang di atas, kata dia, syarat-syaratnya harus dipenuhi semua apabila seorang suami hendak menikah lebih dari satu kali.

Sementara itu, perihal Perkawinan di luar Indonesia, F. Yudhi Priyo Amboro kembali merujuk pada pasal 56 Undang-undang Perkawinan tersebut. Pada ayat (1) disebutkan “Perkawinan di Indonesia antara dua orang WNI atau seorang WNI dengan WNA adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara di mana Perkawinan itu dilangsungkan dan bagi WNI tidak melanggar ketentuan Undang-undang ini.”

Ayat (2) disebutkan “Dalam waktu satu tahun setelah suami-isteri itu kembali di wilayah Indonesia, surat bukti Perkawinan mereka harus didaftarkan di kantor Pencatatan Perkawinan tempat tinggal mereka.”

Menurutnya, apabila seorang suami melakukan pernikahan kedua kalinya tanpa melalui prosedur persyaratan yang tertulis di pasal 2 sampai 5 Undang-undang tersebut. Maka pada pasal 18 Undang-undang ini disebutkan “Pencegahan Perkawinan dapat dicabut dengan putusan Pengadilan atau menarik kembali permohonan pencegahan pada Pengadilan oleh yang mencegah.”

Dan pada pasal 19 disebutkan “Perkawinan tidak dapat dilangsungkan apabila pencegahan belum dicabut.”

“Jadi, sah atau tidak suatu Perkawinan itu harus memenuhi syarat. Sementara diakui atau tidak itu harus melalui pencatatan,” jelasnya.

Jaksa kembali bertanya, bagaimana jika perkawinan luar Indonesia ini dilaporkan atau dicatatkan setelah si suami wafat? Apakah bisa? Selanjutny, bagaimana dengan harta warisan yang ditinggalkan?

F. Yudhi Priyo Amboro mengungkapkan bahwa hal itu boleh atau bisa saja dilakukan selagi pasangan suami-isteri ini memiliki bukti-bukti pernikahan. Meskipun dilaporkan atau dicatatkan pada tahun setelah nikah tetap diakui pernikahannya berdasarkan awal dia menikah.

Page: 1 2 3

Redaksi - SWARAKEPRI

View Comments

Recent Posts

JackOne Band BRI Region 6/Jakarta 1 Berpartisipasi dalam Band Competition 2025

Dalam semangat kolaborasi dan kreativitas tanpa batas, JackOne Band yang beranggotakan dari Pekerja BRI Region…

1 hari ago

BRI Branch Office Gunung Sahari Gelar Sosialisasi Junio Smart di SMK Strada

PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk melalui BRI Branch Office Gunung Sahari menggelar kegiatan sosialisasi…

2 hari ago

Jurusan Sistem Informasi Bandung: Pilihan Terbaik, Masa Depan Digital di SATU University

Bandung sebagai kota pelajar menjadi salah satu tempat berkumpulnya kampus dengan reputasi terbaik di Indonesia,…

2 hari ago

11 Tahun WSBP, Perkuat Semangat Kolaborasi Menuju Kinerja Berkelanjutan

Jakarta, Oktober 2025 – PT Waskita Beton Precast Tbk (kode saham: WSBP) genap berusia 11…

2 hari ago

Bittime Hadirkan $XPL dan $ATH, Inovasi Baru Aset Diversifikasi

Pasar aset kripto terus didorong oleh perkembangan teknologi baru. Di mana saat ini, kebutuhan akan…

2 hari ago

Dari Jakarta ke Dieng: Pendaki BRIPALA DKI Jelajahi Keindahan Gunung Prau

Dalam semangat kebersamaan, pelestarian alam, dan penguatan solidaritas antarsesama, komunitas BRI Pecinta Alam (BRIPALA) DKI…

2 hari ago

This website uses cookies.