Categories: BATAM

Kuasa Hukum Warga Seranggong Minta BP Batam Cabut HPL, Ini Alasannya

BATAM – Kuasa Hukum warga, Bali Dalo meminta Badan Pengusahaan(BP) Batam mencabut Hak Pengelolaan Lahan (HPL) yang dimiliki perusahaan atas lahan Kampung Seranggong, Kelurahan Sadai.  Hal ini diutarakannya sebab, terhitung sejak dialokasikan pada 2003 silam, perusahaan diketahui tidak melakukan pembangunan lebih dari tiga tahun. Juga tidak memberi tanda bahwa lahan tersebut telah dikuasai.

“Lahan itu dikategorikan tanah terlantar, dan harus dibatalkan pengalokasiannya, karena perusahaan tidak menggunakan hak atau peruntukannya, padahal dialokasikan sejak tahun 2003 silam,” tegas Bali Dalo, Rabu (29/1/2020).

Dijelaskan, lahan yang masuk dalam kategori ‘tanah terlantar’ statusnya akan kembali dikuasai oleh Negara. Sedangkan hak perusahaan akan dihapuskan dan diputuskan hubungan hukumnya.

“Mereka kan baru-baru ini mengklaim itu tanah mereka dengan memasang plang nama. Sudah salah sekali, telat. Tanah terlantar akan kembali pada negara,” jelasnya.

Meski demikian, ia mengaku ingin menyelesaikan sengketa lahan ini secara elegan. Pihaknya akan memeriksa terlebih dahulu semua dokumen pengalokasian lahan yang ada di BP Batam.

Karena menurut pandangannya ada standar-standar ketentuan dan hal yang diperjanjikan dalam pengalokasian lahan. Dan ketika tidak dipenuhi oleh penerima alokasi, maka semua perjanjian itu harusnya batal.

“Seranggong sudah masuk dari 37 titik yang diusulkan menjadi Kampung Tua. Bukti cukup, dan sudah ada sebelum BP Batam berdiri. Ya memang layak, dengan demikian batalkan apa yang sudah di alokasikan,” pungkasnya.

Untuk diketahui, PP nomor 11 tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar disebutkan, Obyek penertiban meliputi tanah yang sudah diberikan hak oleh Negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan.

Demikian pula tanah yang ada dasar penguasaannya dinyatakan sebagai tanah terlantar apabila tanahnya tidak dimohon hak, tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan persyaratan atau ketentuan yang ditetapkan dalam izin lokasi, surat keputusan pemberian hak, surat keputusan pelepasan kawasan hutan, dan/atau dalam izin keputusan/surat lainnya dari pejabat yang berwenang.

Sedangkan identifikasi dan penelitian sebagaimana dimaksud, terhitung mulai 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atau sejak berakhirnya izin/keputusan/surat dasar penguasaan atas tanah dari pejabat yang berwenang.

 

 

(Elang)

Redaksi - SWARAKEPRI

Recent Posts

Teknologi AI dan Blockchain Mengubah Lanskap Kewirausahaan Sosial di TBN Asia Conference 2024

TBN Asia Conference 2024 yang berlangsung dari 12 hingga 14 September 2024 di Begonia Pavilion,…

1 jam ago

Kolaborasi, Tantangan dan Etika dalam Peliputan Isu Lingkungan

Webinar Jurnalisme Lingkungan oleh LindungiHutan telah digelar pada 4-5 September 2024. LindungiHutan telah menyelenggarakan webinar…

8 jam ago

Lewat Kolaborasi dengan DATAYOO, Eratani Terapkan Precision Farming Berbasis Satelit

Jakarta, 19 September 2024 – Eratani, startup agritech yang menyediakan solusi pertanian holistik, resmi menjalin…

9 jam ago

PT Dua Samudera Perkasa Sukses Selenggarakan Diklat Mooring Unmooring dengan Port Academy

PT Dua Samudera Perkasa dengan bangga menggelar Diklat Mooring Unmooring bersertifikasi BNSP bekerja sama dengan…

14 jam ago

Maxy Academy Hadirkan Pelatihan “Digital Marketing 101” untuk Persiapkan Ahli Pemasaran Digital Masa Depan

Maxy Academy mengumumkan pelatihan terbaru bertajuk "Digital Marketing 101: Sosial Media Marketing (Daring)", yang dirancang…

15 jam ago

Halo Robotics Sukses Gelar Drone Talks @ The Mulia, Dorong Inovasi Keamanan dengan Otomasi & AI

Halo Robotics dengan bangga mengumumkan kesuksesan acara Drone Talks @ The Mulia yang diselenggarakan pada…

20 jam ago

This website uses cookies.