Mempersoalkan Kampanye Negatif Sawit Indonesia di Eropa – Laman 3 – SWARAKEPRI.COM
NASIONAL

Mempersoalkan Kampanye Negatif Sawit Indonesia di Eropa

Pekerja memuat tandan kelapa sawit untuk diangkut ke pabrik CPO di Pekanbaru, Riau, 27 April 2022. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)

Kesempatan Perbaiki Citra

Organisasi lingkungan Greenpeace, tidak setuju dengan pendapat yang menyatakan bahwa Uni Eropa menekan sawit karena perang dagang.

Syahrul Fitra, Juru Kampanye Hutan Senior Greenpeace Indonesia yang dihubungi VOA mengatakan, Uni Eropa adalah konsumen terbesar produk-produk yang beresiko tinggi terhadap ekosistem dan deforestasi. Karena itulah, UU baru ini merupakan pertanggungjawaban mereka terhadap lingkungan, dengan menetapkan aturan dadi sisi konsumen.

“Kalau kemudian mengatakan ini bagian dari trade war-nya Uni Eropa untuk menghadang minyak nabati berupa sawit, menurutku itu adalah pandangan yang sangat keliru,” kata Syahrul, Senin (19/12).

Uni Eropa banyak bergantung pada produk-produk tertentu, terutama minyak sawit. Meski mereka menghasilkan minyak biji bunga matahari, tetapi efisiensi produksi terhadap sawit tidak dapat dibandingkan.

Di sisi lain, sejak lama negara-negara di belahan utara Bumi adalah pendorong deforestasi terbesar, hampir di semua negara yang memiliki hutan hujan tropis seperti Brazil, Kongo dan Indonesia.

UU ini menjadi kesadaran baru mereka untuk menjaga lingkungan dan menahan laju dampak perubahan iklim. Satu hal yang harus diketahui adalah bahwa aturan ini berlaku global, sehingga bukan upaya khusus untuk menghambat produk-produk Indonesia.

Foto udara perkebunan kelapa sawit di Batanghari, Jambi, 28 November 2018. (Foto: Antara/Wahdi Septiawan via REUTERS)

“Meregulasi penduduk atau warga negara mereka, untuk berhenti mengonsumsi produk yang terhubung dengan deforestasi, itu adalah upaya yang menurutku sangat rasional. Mereka tidak melarang sawit masuk, tetapi hanya sawit yang mengakibatkan deforestasi,” tambah Syahrul.

Syahrul justru mendesak, momentum UU baru di Eropa ini dijadikan peluang menetapkan harga minyak sawit lebih adil. Jika petani sawit Indonesia mematuhi untuk tidak melakukan deforestasi dan memastikan produk mereka bebas dari perusakan lingkungan, Uni Eropa selayaknya membayar produk itu lebih tinggi.

Dia juga mengingatkan, Amerika Serikat sedang dalam proses pembuatan UU yang mirip. Karena itu, tidak masuk akal jika komunitas sawit Indonesia bersikap, untuk tidak mematuhi aturan baru Eropa, dan mengkampanyekan pasar baru. Jika Indonesia hanya mau menjual minyak sawit ke India atau China, harga yang mereka tetapkan akan rendah.

Diperlukan kesadaran dari komunitas sawit di Indonesia, bahwa upaya ini adalah bagian dari tanggung jawab bersama terkait perubahan iklim, krisis iklim dan bencana iklim. Apalagi Indonesia memiliki komitmen serupa, di antaranya melalui kebijakan moratorium hutan dan target FOLU (forest and other land uses atau pemanfaatan hutan dan penggunaan lahan) Net Sink 2030.

“Situasi kita hari ini, perlu tindakan agresif dan aktif setiap negara untuk menekan laju kenaikan suhu bumi tetap di bawah satu setengah derajat celcius. Dan itu sudah menjadi komitmen bersama negara-negara di bidang konferensi COP, di mana Uni Eropa maupun Indonesia bagian dari itu,” tegas Syahrul.

Indonesia sudah memiliki luasan lahan sawit sekitar 16 juta hektare. Jumlah ini, kata Syahrul sudah cukup. Yang harus dilakukan adalah meningkatkan produksi per hektare lahan, bukan membuka lahan baru./VOA

Laman: 1 2 3

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Independen dan Terpercaya

PT SWARA KEPRI MEDIA 2023

To Top