Pakar: Industri Farmasi Tak Mungkin Campurkan Bahan Berbahaya dalam Obat – Laman 3 – SWARAKEPRI.COM
NASIONAL

Pakar: Industri Farmasi Tak Mungkin Campurkan Bahan Berbahaya dalam Obat

Sirup obat batuk yang dikumpulkan di Banjul pada 6 Oktober 2022. Pihak berwenang India sedang menyelidiki sirup obat batuk yang dibuat oleh perusahaan farmasi lokal setelah WHO mengatakan mereka dapat bertanggung jawab atas kematian 66 anak di Gambia. (Foto: AFP/Milan Berckmans)

Menurut laporan yang diterima Kemenkes hingga 18 Oktober 2022, jumlah kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak mencapai 206, dan tersebar di 20 provinsi, sebagai ilustrasi. (Foto: AP

Panduan bagi Apoteker

Sementara ini, Kementerian Kesehatan telah melarang pemberian obat dalam bentuk sirop untuk mengantisipasi resiko keracunan EG dan DEG. Namun, keputusan ini tentu tidak mudah dilaksanakan di lapangan, khususnya oleh para apoteker.

Sebagai pedoman melayani masyarakat, Arifianti Piskana Susilawati, pengurus Ikatan Apoteker DI Yogyakarta, meminta rekan sejawatnya untuk tetap mengacu pada edaran Kementerian Kesehatan.

“Jadi kita pastikan bahwa masyarakat tahu, untuk sediaan sirop tidak bisa didistribusikan kepada masyarakat, kecuali ada resep dokter,” ujarnya.

Apoteker didorong untuk menyarankan obat dalam bentuk atau sediaan lain yang sesuai dan bisa diterima pasien. Pilihan pertama adalah penggunaan obat bebas yang dijual di apotek, selain sirop.
Jika pasien memaksa untuk tetap meminta obat dalam bentuk sirop, Arifianti meminta apoteker menyarankan pasien berkonsultasi dengan dokter. Saat ini, penting untuk memastikan bahwa hanya dokter yang dapat memberikan saran kepada pasien.

Seorang pemilik apotek memeriksa paket obat yang baru tiba di sebuah pasar di Jakarta, 26 November 2008. (Foto: REUTERS/Crack Palinggi)

“Jangan terjebak bahwa kita bisa memberikan informed consent ,” tukasnya.

Informed consent dalam dunia medis adalah penyampaian informasi dari dokter maupun tenaga medis lain kepada pasien, sebelum suatu tindakan medis dilakukan agar pasien tahu manfaat dan risiko dari tindakan medis yang akan dijalani.

“Beda cerita dengan di rumah sakit. Di rumah sakit ada satu sistem kolaborasi, ada dokter, ada di rekam medis, ada farmasi, ada pemimpin yang bertanggung jawab,” tegasnya.

Sementara di apotek, tanggung jawab sepenuhnya ada di apoteker.

“Jadi sebaiknya kita tidak mengambil opsi itu. Kita sarankan saja, apa yang memang bisa kita sarankan,” ucapnya./VOA

Laman: 1 2 3

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Independen dan Terpercaya

PT SWARA KEPRI MEDIA 2023

To Top