Categories: Karimun

Pembangunan Jalan di Pesisir Pulau Karimun tak Sesuai Perda

KARIMUN – Wakil Ketua DPRD Karimun Bhakti Lubis menilai, konsep pembangunan di jalan pesisir Pulau Karimun Besar sebenarnya tidak sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Karimun. Pasalnya, dalam Perda RTRW disebutkan kalau kawasan jalan pesisir sekarang merupakan kawasan ekonomi strategis di Karimun.

 

“Sebenarnya kebedaraan bangunan di jalan pesisir sudah melanggar aturan hukum di daerah ini, yakni Perda RTRW yang berlaku selama 20 tahun yakni 2011 hingga 2031. Soalnya, kawasan jalan pesisir diperuntukkan untuk ekonomi startegis di Karimun dan bukan untuk pedagang kaki lima,” ujar Bakti Lubis di ruang kerjanya, belum lama ini.

 

Diakui Lubis, memang lahan yang ada di sepanjang jalan pesisir merupakan milik masyarakat, sehingga masyarakat selaku pemilik lahan punya hak untuk mendirikan bangunan atau berjualan sesuai dengan keinginan mereka. Namun, pemerintah daerah kan bisa membebaskan lahan itu menjadi milik pemerintah dengan membelinya dari masyarakat.

 

“Ketika jalan pesisir itu baru dibuka, pemerintah daerah harusnya langsung membebaskan lahan di sepanjang jalan lingkar itu untuk kepentingan pemerintah. Jika lahan itu sudah milik pemerintah, maka di sepanjang jalan pesisir itu bisa dibangun gedung-gedung sebagai penunjang ekonomi dan itu sesuai dengan konsep RTRW,” jelas mantan Ketua Pansus RTRW DPRD Karimun ini.

 

Namun, kenyataan yang terjadi sekarang hampir di sepanjang jalan pesisir tersebut banyak berdiri warung penjual makanan penjaja selera milik masyarakat. Padahal, sepanjang jalan pesisir itu memiliki potensi yang besar dijadikan sebagai kawasan ekonomi strategis milik pemerintah.

 

“Kalau sekarang lahan yang ada di sepanjang jalan pesisir itu dibebaskan, tentu saja harganya sudah sangat tinggi. Dan masyarakat disana tentu saja keberatan untuk melepaskan tanah mereka lagi kepada pemerintah. Ini merupakan kelalaian dari pemerintah yang membiarkan lahan itu berlama-lama menjadi milik masyarakat,” ungkap legislator Partai Hanura ini.

 

Kendati begitu, kata Lubis, masyarakat selaku pemilik lahan di jalan pesisir harus tunduk dengan kebijakan dari pemerintah daerah. Soal harga tanah disana, haruslah sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Jadi, masyarakat juga tidak bisa semena-mena soal harga tanah disana.

 

“Pemerintah sudah mengeluarkan anggaran diatas Rp200 miliar lebih untuk membangun jalan pesisir termasuk juga kawasan Coastal Area itu. Dalam konsep awalnya, dari titik 0-10 kilometer merupakan pusat pertokoan dan perkantoran. Itu sudah sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Jadi, konsep itu harus bisa diwujudkan,” terangnya.

 

(RED/HK)

Redaksi - SWARAKEPRI

Recent Posts

Pemesanan Tiket Kereta Api Bisa Dilakukan Lebih Dekat dengan Jadwal Keberangkatan

Palembang, 11 Juli 2025 - PT Kereta Api Indonesia (Persero) mulai tanggal 10 Juli 2025…

4 jam ago

Bangun Benteng Hijau, PT Hino Finance Indonesia Tanam Ribuan Mangrove di Wonorejo, Surabaya

Dalam rangka memperkuat komitmen terhadap keberlanjutan lingkungan, PT Hino Finance Indonesia berkolaborasi dengan LindungiHutan dalam…

8 jam ago

BRI Manajemen Investasi Sabet Dua Penghargaan Best Asset Manager dari Alpha Southeast Asia 2025

PT BRI Manajemen Investasi (BRI-MI) kembali mencatatkan prestasi membanggakan di tingkat regional. Dalam ajang Alpha…

8 jam ago

REA Berdayakan Lebih dari 600 Petani Swadaya di Kalimantan Timur untuk Kepatuhan EUDR dan Sertifikasi RSPO dengan Dukungan Teknis dari KOLTIVA

REA menjalankan program SHINES untuk mendukung lebih dari 600 petani swadaya di Kutai, Kalimantan Timur,…

9 jam ago

ANTAM Raih Apresiasi ICDX Berkat Komitmen Energi Bersih di UBPP Logam Mulia

PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau ANTAM memperoleh apresiasi dari Indonesia Commodity & Derivatives Exchange…

9 jam ago

Qi An Xin Mendalami Taktik APT ‘NightEagle’

Pada Pameran Keamanan Siber Pertahanan Internasional "CYDES 2025", perusahaan keamanan siber Qi An Xin untuk pertama…

9 jam ago

This website uses cookies.