Pengawasan MA, Komisi Yudisial Gagal Cegah Korupsi Aparat Hukum

Penetapan tersangka hakim agung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin mencoreng sistem peradilan di Tanah Air. Pengawasan dan penegakan etik yang kurang maksimal menjadi salah satu penyebab terjadinya jual beli perkara.

JAKARTA — Peneliti Transparency International Indonesia (TII) Alvin Nicola mengatakan banyaknya aparat penegak hukum di Tanah Air yang tersandung masalah suap dan korupsi ditengarai disebabkan oleh lemahnya sistem pengawasan yang berlaku di negara ini. Konsistensi pengawasan dan penegakan etik yang lebih maksimal dinilai juga mendesak dilakukan untuk mencegah masalah korupsi di antara pejabat berulang.

Berdasarkan data yang dimiliki oleh TII, kata Alvin, sejak tahun 2012 hingga 2022 terdapat 30 perkara korupsi yang dilakukan, baik di level hakim, panitera, sekretaris pengadilan dan beberapa jabatan di pengadilan. Dengan demikian terjeratnya Hakim Agung Sudrajat Dimyati dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya menambah panjang daftar hakim dan juga aparatur pengadilan yang terjerat kasus korupsi.

KPK mengumumkan tindak lanjut penanganan kasus korupsi sebagai ilustrasi.

KPK, Kamis (22/9), telah menetapkan Dimyati dalam kasus suap pengurusan kasasi gugatan aktvitas Koperasi Simpan Pinjam Intidana di Mahkamah Agung (MA). Dimyati ditangkap bersama sembilan orang lainnya, termasuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada kepaniteraan MA, pengacara dan pihak swasta dalam operasi tangkap tangan (OTT).

Dimyati diduga menerima uang Rp800 juta terkait pengurusan kasasi gugatan aktivitas Koperasi Simpan Pinjam Intidana di MA. Dalam kasus ini KPK menetapkan 10 orang tersangka, termasuk Dimyati.

Alvin menuturkan lemahnya sistem pengawasan yang dimaksud bisa dilihat dari keberadaan Badan Pengawas (Bawas) MA yang hanya berlokasi di Jakarta. Padahal dengan tugasnya yang mengawasi ribuan hakim dan aparatur pengadilan di seluruh Indonesia, kehadirannya sangat dibutuhkan di seluruh Tanah Air.

Warga melakukan aksi unjuk rasa untuk mendukung KPK dalam protes antikorupsi di Jakarta (foto: dok).

Selain itu, katanya, proses pengadilan di MA yang cenderung tertutup dan hanya dihadiri oleh pihak yang berperkara saja dapat menjadi celah terjadinya suap. Padahal transparansi, keterbukaan merupakan persyaratan mutlak agar betul-betul terciptanya rasa keadilan.

Page: 1 2 3

Redaksi - SWARAKEPRI

Recent Posts

Lampaui Target, LRT Jabodebek Layani 202 Ribu Pengguna Selama Libur Panjang Waisak

Bekasi, 14 Mei 2025 - LRT Jabodebek mencatat kinerja positif selama periode libur panjang Hari…

49 menit ago

2.054 Pelanggan Gunakan Kereta Api di Stasiun Bojonegoro hari selasa Pada Libur Panjang Waisak 2025

PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 8 Surabaya mencatat peningkatan signifikan jumlah pelanggan…

1 jam ago

MLV Teknologi Kerjasama dengan HDII Ciptakan Booth menarik di Pameran Megabuild 2025

MLV Teknologi bekerja sama dengan HDII dalam menciptakan booth inovatif di Pameran Megabuild 2025, menampilkan…

5 jam ago

Siapkan Talenta Adaptif untuk Era Industri 4.0: BINUS University @Semarang dan Microsoft Dorong Literasi AI Lewat elevAIte Indonesia

Kebutuhan dunia industri terhadap talenta yang melek teknologi kian mendesak, terutama di tengah percepatan transformasi…

5 jam ago

Indonesia Masuki Era Free Intelligence: Pertumbuhan AI Kian Pesat di Berbagai Sektor

Jakarta, 9 Mei 2025 – Kecerdasan buatan (AI) tidak lagi sekadar teknologi masa depan—di Indonesia,…

5 jam ago

Cari Freelancer Kini Semudah Posting, Sribu Luncurkan JobPost

Sribu, platform freelancer terkemuka di Indonesia, resmi meluncurkan fitur terbaru bernama JobPost, sebuah solusi inovatif…

5 jam ago

This website uses cookies.