Kementerian Kesehatan bantah tuduhan yang dilayangkan Ikatan Dokter Indonesia dan organisai lainnya terkait RUU itu.
JAKARTA – Ratusan massa dari lima organisasi kesehatan pada Senin (8/5) menggelar unjuk rasa menolak Rancangan Undang-undang Kesehatan “Omnibus Law” yang sedang digarap di DPR karena dinilai melemahkan perlindungan hukum bagi perawat dan tenaga kerja medis.
Kelima organisasi tersebut; Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) mengatakan jika RUU Kesehatan itu disahkan, maka dapat mendegradasi profesi kesehatan dalam sistem kesehatan. Hal tersebut, namun demikian dibantah oleh Kementerian Kesehatan dan DPR.
Lembaga yang mengecam RUU tersebut mengatakan bahwa di bawah peraturan yang baru, wewenang organisasi profesi yang selama ini sangat dominan dipangkas dan semua urusan kesehatan dari hulu sampai hilir akan berada di bawah kendali Menteri Kesehatan.
Kementerian Kesehatan bahkan juga akan membawahi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) hingga Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Menteri Kesehatan kelak menentukan standar pendidikan kesehatan, mengesahkan surat tanda registrasi (STR), juga mengeluarkan izin praktik yang merupakan lisensi profesi bagi pekerja kesehatan, ungkap IDI.
Ketua Umum IDI Slamet Budiarto mengatakan bahwa alasan-alasan tersebut ditambah tidak adanya komunikasi dua arah dalam pembahasan RUU, memicu para tenaga kesehatan turun ke jalan.
“Ada poin-poin krusial dalam RUU Kesehatan yang harus dikompromikan. Namun sayang sekali sampai hari ini Bapak Menkes (Menteri Kesehatan) tidak berkenan. Sehingga hari ini kita melakukan unjuk rasa,” ujar Slamet kepada jurnalis di tengah demonstrasi.
“Kalau ini tidak berhasil, ada kemungkinan kami melakukan cuti bersama, tidak melayani pasien yang non-emergency,” lanjut dia.
Menurut Slamet, IDI menolak rancangan aturan ini karena menurutnya, RUU itu mencantumkan ancaman pidana pada tenaga kesehatan. “Ini sangat meresahkan bagi kami.”
RUU Kesehatan “Omnibus Law” ini merupakan usulan DPR sejak 2019 lalu. Dalam salinan draf yang diterbitkan oleh Badan Legislasi DPR, aturan ini mempunyai 20 bab dan 478 pasal, dan menggabungkan 10 UU bidang kesehatan.
RUU ini juga mengubah sebagian isi dua UU, yakni Undang-undang nomor 20 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS.
Juru bicara Aksi Damai Tenaga Kesehatan Beni Satria mengatakan adanya “pasal-pasal kriminalisasi dan mudahnya tenaga kesehatan untuk dilaporkan, dituntut dan dipenjarakan,” telah menimbulkan rasa takut memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Menurut IDI, dalam menjalankan praktik yang tujuan utamanya menyelamatkan nyawa, tenaga kesehatan harus memiliki hak imunitas yang dilindungi Undang-undang.
“Dalam RUU juga tidak ada pasal yang konkret mengatur tentang perlindungan hukum bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan,” ujar dia, menambahkan bahwa kriminalisasi tenaga kesehatan dianggap ada dalam Pasal 327 dan Pasal 328 RUU Kesehatan.
Kedua pasal ini menegaskan bahwa tenaga medis dan tenaga kesehatan dapat terkena tiga dampak hukum sekaligus, yaitu alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan, tindak pidana dan kerugian perdata jika melakukan kesalahan yang merugikan pasien.
Jakarta, 23 November 2024 – Lintasarta secara resmi meluncurkan inisiatif AI Merdeka. Gerakan ini memperkuat…
Banyak praktisi marketing yang bimbang mengenai strategi yang tepat untuk jenis bisnis B2B (business-to-business) di…
Jakarta, November 2024 – INKOP TKBM kembali bekerja sama dengan Port Academy untuk menyelenggarakan Diklat…
Mengapa Anda Tidak Boleh Lewatkan Acara Ini? Ini adalah kesempatan pertama di Indonesia untuk memiliki TCG One…
Layanan SIP Trunk adalah layanan telepon yang dilakukan melalui jaringan internet, layanan SIP Trunk menjadi…
Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mencatatkan kenaikan tipis sebesar 14 sen, atau 0,2%,…
This website uses cookies.