BATAM – Komisi DPRD Batam menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang sudah ditimbun selama 10 tahun di area PT. Haikki Green di kawasan Pengelolaan Limbah Industri(KPLI) di Kabil, Batam, Senin(8/10/2018) siang.
RDPU tersebut dipimpin Ketua Komisi III, Nyanyang Haris Pratamura, didampingi Eki Kurniawan, Jeffry Simanjuntak, Amintas Tambunan, Nono Hadi Siswanto dan Sugito serta dihadiri Kepala Kantor Pengelolaan Air dan Limbah BP Batam, Binsar Tambunan, perwakilan Dinas Lingkungan Hidup(DLH) Batam, Asosiasi Pengusaha Pengelola(Aspel) B3 Batam, dan pimpinan PT. Haikki Green.
Ketua Komisi III DPRD Batam, Nyanyang Haris Pratamura mengatakan, RDPU dilakukan untuk mempertanyakan keberadaan limbah B3 di area PT. Haikki Green yang sudah ditimbun selama 10 tahun lebih.
“Kami ingin tahu juga sudah berapa lama penimbunan(limbah B3). Kami meminta pimpinan PT. Haikki Green menjelaskan kendala terkait keberadaan limbah tersebut,” kata Nyanyang saat mengawali RDPU.
Direktur PT.Haikki Green, Leni, menjelaskan kronologi keberadaan limbah B3 yang ada di KPLI Kabil.
“Tahun 2016, ada 3 penghasil limbah karbit(B3) di Tanjunguncang yang belum memiliki solusi untuk pengelolaan limbah karbit yang mereka hasilkan. Karena pemanfaatan limbah karbit itu cuma ada di Cileungsi Jawa Barat, penghasil tidak mampu mengirim ke luar kota Batam,”
Pihaknya kata Leni bekerja sama dan mencari tempat penimbunan sementara limbah karbit tersebut di KPLI Kabil.
“Tahun 2007, kita mendapatkan izin dari Kementerian Lingkungan Hidup untuk dapat melakukan penyimpanan dan berlaku selama 3 tahun. Selama 3 tahun itu belum ada solusi,” terangnya.
Selanjutnya kata Leni, pihaknya menjalin kerjasama dengan Puslitbang BP Batam untuk pemanfaatan limbah karbit sebagai substitusi pembangunan jalan dan jembatan.
“Hasil dari Puslitbang tahun 2010, selanjutnya kami ajukan izin ke Kementerian Lingkungan Hidup, tapi persyaratan lumayan panjang. Atas rekomedasi Puslitbang, tahun 2016 dikeluarkan izin dari Kementerian Lingkungan Hidup untuk pemanfaatan limbah karbit sebagai substitusi Batako,” jelasnya.
Menurut Leni, selama 1 tahun sejak 2016, pemanfaatan limbah karbit sebagai substitusi batako komposisinya hanya sedikit yakni hanya 5 persen. “Kita masih mencari solusi lain untuk mencari pemanfaatan limbah karbit tersebut,”pungkasnya.
Atas penjelasan Direktur PT. Haikki Green tersebut, Nyanyang mempertanyakan kenapa sampai 10 tahun tidak ada koordinasi dengan pengasil limbah untuk memusnahkan limbah B3 tersebut.
“Dinas Lingkungan Hidup juga harusnya ada pengawasan, ini kenapa ada pembiaran? karena sudah sekian lama, kalau itu lama-lama tergerus dengan air hujan dan kepanasan, semuanya itu kan akan mengalir ke daerah-daerah sekitar itu?” kata Nyanyang.
“Saya mau lihat UKL dan UPL nya, kenapa sekarang dialihfungsikan menjadi batako padahal itu sudah menjadi limbah B3?” lanjutnya.
Direktur PT. Haikki Green, Leni kembali menjelaskan bahwa BP Batam yang memfasilitasi pengelolaan dan mencari solusi limbah karbit tersebut agar 3 penghasil tetap beroperasi di Batam.
“Karena kalau dikirim ke Cileungsi Jawa Barat, mereka(penghasil) tidak sanggup(bayar) pak!” jelas Leni.
Selanjutnya Nyanyang bertanya kepada Ketua Aspel B3 Batam Barani Sihite terkait pemberian fasilitas oleh BP Batam kepada PT. Haikki Green untuk menampung limbah B3 tersebut.
“Kenapa dibiarkan begitu tidak ada koordinasi dengan BP Batam atau DLH? kenapa perusahaan tersebut diberikan fasilitas untuk menampung limbah karbit itu? kata Nyanyang.
Ketua Aspel B3 Batam, Barani Sihitu mengaku sudah berkoordinasi dengan PT. Haikki Green agar segera diselesikan.
“Sebagaimana kita tahu, kemarin Komisi 7 DPR RI juga hadir di Batam untuk memantau hal ini, dan ini harus kita jawab bersama. Kalau ini tidak ada penyelesaian, pertanggungjawabannya itu dengan siapa? ujarnya.
Dia menegaskan, apabila ada limbah B3 yang dikelola pihak ketiga bermasalah, sesuai dengan undang-undang yang pertama-tama dipertanyakan adalah penghasil.
“Kalaupun alasan penghasil tidak mampu membiayai limbah B3, harusnya tidak itu jawaban menurut kami. Kenapa dia memproduksi sebuah produk tetapi endingnya tidak terselesaikan?” ujarnya.
“Penghasil limbah harus dihadirkan(RDPU), kerena yang bertanggung jawab terhadap sisa produk atau residu adalah penghasil itu sendiri. Kalau dihadirkan bisa kita tanyakan kenapa dia tidak punya uang?”pungkasnya.
Setelah mendengarkan penjelasan Direktur PT. Haikki Green dan Ketua Aspel B3 Batam, dilanjutkan dengan penjelasan dari Ketua Kepala Kantor Pengelolaan Air dan Limbah BP Batam, perwakilan Dinas Lingkungan Hidup(DLH) dan pendapat para anggota Komisi III DPRD Batam.
Penulis : RD_JOE
Editor : Rudiarjo Pangaribuan
Jakarta, November 2024 – INKOP TKBM kembali bekerja sama dengan Port Academy untuk menyelenggarakan Diklat…
Mengapa Anda Tidak Boleh Lewatkan Acara Ini? Ini adalah kesempatan pertama di Indonesia untuk memiliki TCG One…
Layanan SIP Trunk adalah layanan telepon yang dilakukan melalui jaringan internet, layanan SIP Trunk menjadi…
Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mencatatkan kenaikan tipis sebesar 14 sen, atau 0,2%,…
Musik telah menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari, dan dengan kemajuan teknologi, mendengarkan musik semakin…
BATAM - Kepala Badan Pengusahaan Batam (BP Batam), Muhammad Rudi menerima sekaligus mendengarkan paparan Laporan…
This website uses cookies.