JAKARTA-Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Kamis (5/9/2019), sepakat revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi usul inisiatif DPR RI. Keputusan itu diambil dalam rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi PDIP Utut Adianto.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) berharap rencana DPR untuk merevisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi bertujuan memperkuat lembaga antirasuah tersebut
“Yang jelas saya, kita harapkan DPR mempunyai semangat yang sama untuk memperkuat KPK,” kata Jokowi di sela-sela peninjauan pabrik Esemka di Boyolali, Jawa Tengah.
Ia mengaku belum mengetahui secara pasti detail rencana perubahan KPK. Kepala negara tidak ingin memberikan pernyataan lebih detail ke publik, karena belum mengetahui poin-poin penting dalam revisi UU tersebut.
“Saya melihat dulu yang direvisi apa, saya belum lihat. Kalau sudah ke Jakarta, yang direvisi apa, materinya apa, saya harus tahu dulu, baru saya bisa berbicara,” kata Jokowi.
Dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis (5/9/2019), Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan revisi UU itu membuat KPK berada di ujung tanduk. Semua itu, menurut Agus, bukan tanpa sebab.
“Semua kejadian dan agenda yang terjadi dalam kurun waktu belakangan ini membuat kami harus menyatakan kondisi yang sesungguhnya saat ini,” ujarnya seperti dilansir detik.com.
Menurut dia, terdapat sembilan persoalan dalam draf revisi UU KPK yang berisiko lumpuhkan kerja-kerja KPK. Berikut adalah sembilan poin yang dimaksud:
-Independensi KPK terancam
-Penyadapan dipersulit dan dibatasi
-Pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR
-Sumber Penyelidik dan Penyidik dibatasi
-Penuntutan Perkara Korupsi harus
Koordinasi dengan Kejaksaan Agung
-Perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria
-Kewenangan Pengambilalihan perkara di Penuntutan dipangkas
-Kewenangan-kewenangan strategis pada proses Penuntutan dihilangkan
-Kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas
Dalam kesempatan itu, dia mengatakan KPK menyadari revisi UU KPK merupakan inisiatif DPR RI. Namun, RUU itu tidak akan mungkin dapat menjadi UU jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) menolak dan tidak menyetujui RUU tersebut.
“Karena undang-undang dibentuk berdasarkan persetujuan DPR dan Presiden. KPK percaya Presiden akan tetap konsisten dengan pernyataan yang pernah disampaikan bahwa Presiden tidak akan melemahkan KPK,” kata Agus.
“Polemik revisi UU KPK dan upaya melumpuhkan KPK ini semestinya tidak perlu ada sehingga Presiden Joko Widodo dapat fokus pada seluruh rencana yang telah disusun. Dan KPK juga mendukung program kerja Presiden melalui tugas Pencegahan dan Penindakan Korupsi,” lanjutnya.
Wakil Pimpinan KPK Saut Situmorang mengakui bahwa lima pimpinan lembaga anti rasuah telah mengirimkan surat penolakan kepada Jokowi untuk menolak revisi UU KPK.
“Mudah-mudahan untuk dibaca, untuk direnungkan, kemudian mengambil kebijakan,” katanya seperti dilansir detik.com.
Saut lantas mengatakan, pegawai KPK jangan pernah berhenti, takut, dan terganggu integritasnya. Ia mengingatkan perjuangan masih panjang.
“Tanggung jawab kita besar terhadap republik ini. Jangan pernah takut siapa pun. Apa yang kita lakukan ini untuk kebesaran bangsa Indonesia dan dilakukan dengan integritas yang besar,” ujar Saut.
Artikel ini disadur dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20190908082936-4-97851/catat-ini-9-poin-yang-membuat-nasib-kpk-di-ujung-tanduk