JAKARTA – Kendati pernah menjadi bagian dari sejarah arsitektur Indonesia, pembangunan rumah apung masih membutuhkan beberapa hal penting untuk diperhatikan agar mengapungnya rumah di atas air tidak terganggu.
Arsitek sekaligus dosen jurusan aristektur Universitas Palangkaraya Wijanarka Arka memaparkan lima hal yang perlu diperhatikan dalam mengapungkan rumah apung di atas sungai.
“Pertama lebar sungai. Dalam sejarah arsitektur rumah terapung di Indonesia, rumah-rumah mengapung di atas sungai yang sangat lebar atau dalam artian lebih dari 100 meter,” kata dia saat dilansir dari KompasProperti, Kamis (2/3/2017).
Kemudian yang kedua, lanjut Arka adalah perihal kedalaman airnya. Sungai dengan kedalaman minimal dua meter sangat disarankan oleh Arka sebagai lokasi pengapungan rumah apung.
“Untuk kedalamannya minimal dua meter karena konstruksi untuk pondasi apungnya butuh satu meter sehingga agar 70 persen pondasi apung bisa tenggelam dan 30 persen sisanya terapung,” tambah dia.
Hal ketiga yang mesti diperhatikan adalah meandering sungai atau menentukan mana bagian tikungan dalam sungai dan mana bagian tikungan luar sungai.
“Dalam sejarah arsitektur rumah terapung di Indonesia, umumnya berada di bagian tikungan dalam karena bukan bagian gerusan dan arusnya tak deras bila dibandingkan di bagian tikungan luar,” imbuh Arka.
Keempat, sebelum mengapungkan rumah apung perlu ditinjau batas air surut baik ketika musim kemarau maupun musim hujan.
Ketika dalam kondisi pasang atau surut, Arka menekankan agar adanya tinjauan pada bagian hilir. Tujuannya supaya diketahui batas air surut sehingga rumah terapung tak kandas di dasar sungai.
Bila kandas dan dasar sungai tidak rata, maka konstruksi rumah bisa mengalami kemiringan.
Hal terakhir yang mesti diperhatikan sebelum mengapungkan rumah apung menurut Arka adalah perihal gelombang air sungai agar tidak mengganggu kenyamanan di dalam rumah.
“Hasil survei sejumlah rumah terapung di Sungai Kahayan Palangkaraya, penghuni menyebut kurang nyaman bila rumah sering bergoyang oleh gelombang air akibat lalu lalang perahu bermotor,” pungkasnya.
Editor : Roni Rumahorbo
Sumber : Kompas.com