JAKARTA – Mahkamah Konstitusi menolak gugatan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan(PHP) Walikota Batam tahun 2020 yang diajukan oleh pasangan nomor urut 1 Lukita Dinarsyah Tuwo dan Abdul Basyid Has.
Sidang pembaaan putusan perkara Nomor 127/PHP.KOT-XIX/2021 dipimpin Ketua Hakim Konstitusi Anwar Usman didampingi Aswanto, Arief Hidayat, Manahan MP Sitompul, Saldi Isra, Wahiduddin Adams, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo dan Daniel Yusmic P. Foekh.
“Mengadili, dalam eksepsi, menyatakan eksepsi termohon dan pihak terkait berkenaan dengan tenggang waktu pengajuan permohonan dan kedudukan hukum pemohon beralasan menurut hukum. Menyatakan permohonan pemohon melewati tenggang waktu pengajuan permohonan dan pemohon tidak memiliki kedudukan hukum,” kata Ketua Hakim Konstitusi Anwar Usman
“Dalam pokok perkara, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,”lanjutnya.
Sebelumnya, Hakim Konstitusi Saldi Isra membacakan pertimbangan hukum Hakim konstitusi dalam mengambil putusan.
“Berdasarkan Rekapitulasi Data Kependudukan Semester I Tahun 2020 yang disusun Ditjen Dukcapil Kemendagri menyatakan jumlah penduduk di Kota Batam adalah 1.121.875 jiwa, sehingga perbedaan perolehan suara antara Pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak untuk dapat mengajukan permohonan perselisihan hasil Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Batam Tahun 2020 adalah paling banyak 0,5% dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan KPU Batam,”ujarnya.
Dikatakan bahwa jumlah perbedaan perolehan suara antara pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak adalah paling banyak 0,5% x 366.135 suara (total suara sah) = 1.831 suara.
“Sesuai dengan bukti dan fakta persidangan, perolehan suara pemohon adalah 98.638 suara, sedangkan perolehan suara pihak terkait adalah 267.497 suara, sehingga perbedaan perolehan suara antara Pemohon dan Pihak Terkait adalah 168.859 suara (46,12%) atau lebih dari 1.831 suara,”lanjut Saldi Isra.
Berkenaan dengan tidak terpenuhinya ketentuan pasal 158 UU 10 Tahun 2016, pemohon mendalilkan hal demikian dipengaruhi oleh terjadinya pelanggaran administratif dan pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif (TSM).
“Terhadap dalil Pemohon tersebut, Mahkamah telah memeriksa jawaban termohon, keterangan pihak terkait dan keterangan Bawaslu Batam, dengan alat bukti yang diajukan masing-masing pihak serta fakta hukum yang terungkap dalam persidangan,”kata Saldi Isra.
“Mahkamah berkesimpulan bahwa permohonan pemohon diajukan melewati tenggang waktu pengajuan permohonan sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan,”lanjutnya.
“Seandainyapun permohonan pemohon diajukan masih dalam tenggang waktu pengajuan permohonan, quod non, Mahkamah tidak memiliki keyakinan bahwa dalil Pemohon demikian dapat menerobos ketentuan Pasal 158 UU 10/2016 dan memberikan keyakinan untuk meneruskan perkara a quo ke persidangan lanjutan,”jelasnya./Siska
Pingback: Tanggapan Rudi Soal Putusan Mahkamah Konstitusi – SWARAKEPRI.COM