Walaupun namanya belum dirilis ke publik, polisi telah menyegel kedua perusahaan tersebut.
JAKARTA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada Jumat mengatakan bahwa dua perusahaan farmasi yang sedang diperiksa karena memproduksi obat sirop yang dikaitkan dengan kasus gagal ginjal akut pada anak-anak dicurigai telah menggunakan bahan kimia untuk industri alih-alih mengunakan zat yang aman, untuk menghemat biaya.
Pengujian menunjukkan bahwa sirop yang dibuat oleh kedua perusahaan mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) tingkat tinggi, menimbulkan kecurigaan bahwa senyawa tersebut sengaja digunakan dalam proses produksi untuk menekan biaya selama pandemi, kata kepala BPOM Penny Lukito.
“Mungkin karena pandemi, harga mahal, hingga akhirnya mereka berubah ke supplier yang bukan pharmaceutical grade, tapi ke industrial grade,” kata Penny dalam sebuah diskusi di Jakarta, tanpa menyebut nama perusahaan yang dicurigai.
“Jadi sama saja dengan menggunakan bahan misalnya pelarut cat, tapi ini digunakan di obat,” tambahnya.
Penny menggambarkan tingginya kadar EG dan DEG dalam produk tersebut sebagai “bukan lagi cemaran”, namun sudah menjadi “bagian komposisi” produk tersebut.
“Pas kami tes juga ternyata kandungan EG dan DEG sangat tinggi. Artinya ada kemungkinan memang bahan bakunya sudah membawa EG dan DEG. Berarti ada permasalahan di bahan baku,” ujar Penny.
“Untuk itulah kami tidak lanjutkan dengan sanksi administrasi, tapi dilanjutkan dengan melihat apakah ada unsur kesengajaan,” lanjut dia.
Penny tidak menyebut apakah kedua perusahaan itu termasuk dalam tiga pabrik obat yang produknya sudah dilarang dan ditarik dari peredaran.
Dalam keterangan BPOM sebelumnya, ada lima obat sirop dari tiga produsen yang ditarik dari peredaran karena mengandung cemaran EG dan DEG dalam kadar yang tinggi.