Salah Paham Pasal Zina dan ‘Kumpul Kebo’ di KUHP – SWARAKEPRI.COM
HUKUM

Salah Paham Pasal Zina dan ‘Kumpul Kebo’ di KUHP

Tand peringatan yang dipasang oleh penduduk desa di sebuah pantai di Banda Aceh 12 Desember 2012, sebagai ilustrasi. Terdapat sejumlah pasal dalam KUHP baru yang terus menjadi kontroversi, antara lain zina dan kumpul kebo. (Foto: Reuters/Damir Sagolj)

Ada sejumlah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang terus menjadi kontroversi, antara lain zina dan kohabitasi atau dalam istilah lokal disebut ‘kumpul kebo’. Padahal, pasal ini adalah delik aduan yang tidak akan menjadi perkara hukum jika tidak dilaporkan pihak yang berhak.

Banyak pihak khawatir, pasal perzinahan dan kohabitasi menyeret dengan mudah banyak orang ke penjara. Turis asing hingga sektor perhotelan diklaim berada dalam ancaman cukup besar. Sejumlah duta besar, hingga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ikut berkomentar terkait hal ini.

Pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Syarif Nurhidayat, menyebut seharusnya tidak perlu muncul kekhawatiran berlebihan terkait pasal ini. Ia berpendapat pemerintah dan DPR merumuskan kedua pasal tersebut sebagai sebuah kompromi atau jalan tengah bagi kondisi Indonesia dan posisinya dalam masyarakat global. Bentuknya, dengan menetapkan perbuatan zina dan ‘kumpul kebo’ sebagai delik aduan absolut.

“Indonesia negara dengan kultur yang sangat ketimuran dan religius, sehingga keberadaan norma itu menurut saya normal, harus diatur terkait dengan perzinahan dan kohabitasi,” ujarnya ketika dihubungi VOA, Rabu (14/12).

Seorang aktivis dalam protes setelah DPR menyetujui undang-undang pidana baru yang akan melarang seks di luar nikah, kumpul kebo antara pasangan yang belum menikah, menghina presiden, dan mengungkapkan pandangan yang bertentangan dengan ideologi nasional,

“Cuma, karena kita berada di dalam ruang masyarakat global yang secara perspektif kacamatanya sangat plural, maka ini menjadi tantangan. Akhirnya kan keberadaan pasal kohabitasi dan perzinahan itu kan perlu dikompromikan,” tambahnya.

Dua kepentingan itu, yaitu akomodasi terhadap ideologi dan kepentingan sosial masyarakat Indonesia di satu sisi dan perspektif universal di sisi lain, harus dicari jalan tengahnya.

Secara universal, ada pandangan bahwa hak asasi manusia bersifat liberal sehingga hal-hal terkait perzinahan dan kohabitasi adalah hak personal, dan tidak perlu diintervensi negara.

Sementara dalam situasi masyarakat Indonesia, dua tindakan itu terkait dengan norma yang harus dipertahankan dan diatur.

Seorang petugas agama mencambuk seorang pemuda Aceh di atas panggung sebagai hukuman karena berkencan di luar nikah, yang bertentangan dengan Syariah, atau hukum Islam, di luar sebuah masjid di Banda Aceh, 1 Agustus 2016. (Foto: AFP)

“Maka, diaturlah kemudian dengan bentuk aduan absolut. Nah ini, kalau bagi teman-teman aktivis religi, ini masalah. Karena mestinya bukan aduan absolut, mestinya delik biasa. Tetapi, bagi teman-teman yang cara berpikirnya “liberal”, akan mengatakan ini juga permasalahan,” jelas Syarif.

Kelompok religi mempermasalahkan pasal ini karena pemerintah dianggap tidak tegas dalam menghadapi masalah zina dan kumpul kebo. Sementara kelompok yang lebih liberal mengkritik pasal ini karena pemerintah dinilai telah mengkriminalisasi persoalan pribadi.

Aduan absolut menjadi jalan tengah, karena perzinahan atau kohabitasi hanya bisa diadukan oleh pihak yang berhak, misalnya suami atau istri dalam perkawinan atau anak dan orang tua jika pelaku tidak dalam perkawinan.

Jalan tengah ini dampaknya juga luas. Syarif menjelaskan, karena menjadi delik aduan absolut, pemerintah daerah tidak boleh membuat peraturan daerah (perda) yang membuka ruang adanya razia praktik perzinahan atau kohabitasi karena Itu bukan lagi wilayah delik biasa.

Demikian juga, organisasi-organisasi keagamaan tidak bisa melakukan operasi di hotel atau penginapan, dengan alasan memberantas zina, jika tidak ada aduan dari mereka yang berhak.

“Memang tidak mudah, kita bikin norma yang mengakomodir semua kepentingan masyarakat yang ada. Ketika masyarakat kita sendiri sangat beragam, ada yang sangat religius, ada yang nasionalis, bahkan mungkin tanpa kita sadari sudah cukup banyak yang punya pemikiran cukup liberal,” tambah Syarif.

Karena itulah, keberadaan norma yang mengatur keseluruhan hidup masyarakat seperti KUHP ini, harus penuh perhitungan, detail dan kompromistis.

Seorang aktivis meneriakkan slogan-slogan saat protes pengesahan KUHP yang melarang seks di luar nikah, kumpul kebo di antara pasangan yang belum menikah, menghina presiden, dan mengungkapkan pandangan yang bertentangan dengan ideologi nasional, di luar gedung DPR di Jakarta, Desember 5 Tahun 2022. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)

Laman: 1 2

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Independen dan Terpercaya

PT SWARA KEPRI MEDIA 2023

To Top