BATAM – Kepala Badan Pengusahaan(BP) Batam, Muhammad Rudi membuka ruang dialog kepada masyarakat untuk menyelesaikan polemik relokasi warga yang terdampak proyek pengembangan Kawasan Rempang Eco-Ciyy.
Pengacara Kerabat Masyarakat Adat Tempatan(KERAMAT), Petrus Selestinus mengatakan ajakan dialog tersebut merupakan kabar baik bagi warga Pulau Rempang.
“Dialog dan musyawarah yang selama ini dituntut oleh warga Pulau Rempang, (dialog) menjadi barang mahal karena tidak pernah terjadi dalam kesetaraan,”ujarnya kepada SwaraKepri, Rabu malam 12 September 2023.
Kata dia, dialog atau musyawarah itu adalah ciri masyarakat Pancasila yang diejawantahkan dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan menjadi mekanisme yang wajib hukumnya untuk dilalui dalam setiap pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
“Semoga ini menjadi wujud penghormatan terhadap hak-hak atas tanah dan kesatuan masyarakat hukum adat Pulau Rempang dan hak-hak tradisionalnya. Karena itu harus dilaksanakan dengan baik dan tidak boleh menyinggung perasaan warga Pulau Rempang,”harapnya.
Petrus menegaskan ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam forum Akomodasi untuk dialog musyawarah tersebut, diantaranya:
1. Pemerintah harus siap diri untuk duduk bersama-sama warga masyarakat Pulau Rempang dalam kesetaraan dan harus saling mendengarkan saat dialog berlangsung.
2. Karena konflik antara Warga Pulau Rempang dengan BP Batam ini sudah terlalu dalam, maka dialog nanti sebaiknya di mediasi oleh Gubernur Provinsi Kepri dan Komnas HAM sebagai pihak yang kompeten dan netral, guna menghindari ketegangan yang terjadi dalam dialog ketika warga berhadapan dengan BP Batam.
3. BP Batam tidak boleh memaksakan kehendak terutama opsi relokasi, karena relokasi ini adalah keputusan sepihak BP Batam yang sudah lama ditawarkan sepihak dan ditolak warga Rempang.
Pingback: Konflik Lahan di Pulau Rempang, IPW Minta Polisi Tahan Diri – SWARAKEPRI.COM