BATAM – Perkumpulan Akar Bhumi Indonesia (ABI) mengingatkan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) RI untuk lebih mementingkan fungsi ecology Mangrove dari pada fungsi ekonomi terkait dengan program pengembangan ekowisata mangrove di Kepri.
Hendrik Hermawan selaku pendiri ABI mengatakan, sebagai NGO lingkungan ABI memastikan ecology benar-benar menjadi syarat utama dilakukannya ekowisata mangrove.
Menurutnya, hal ini telah sesuai dengan UU no 27 tahun 2007 junto UU no 1 tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau2 kecil bahwa pengelolaan pesisir sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat yang berkeadilan.
“ABI melihat perlindungan lingkungan sebagaimana dalam UU no 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup masih belum berjalan dengan baik hal ini dapat disimpulkan dengan masih sangat maraknya kasus penimbunan di pesisir, penebangan bakau untuk arang bakau di Kepri, Batam pada khususnya,” ujarnya, Kamis (16/12/2021).
Kata dia, pihaknya memang sudah menyoroti peralihan Batam dari kota Industri menjadi kota Pariwisata dan untuk pengembangan ecowisata Mangrove sendiri Batam masih belum bisa dikatakan siap.
Hal ini bukan tanpa sebab, karena Kota Batam masih butuh waktu untuk mempersiapkan konsep 3A yakni, atraksi, aksesibilitas, dan amenitas.
Sehingga, pengelolaan berjalan baik dan destinasi tersebut banyak diminati. Ditambah lagi, atraksi adalah apa yang bisa dilihat dan dilakukan oleh wisatawan di destinasi tersebut.
“Jadi membangun peradaban Batam itu sangat penting karena apa? Wisatawan itu tidak hanya mencari tempat yang bagus-bagus tetapi juga melihat peradaban budaya Batam itu bagaimana sehingga Batam mempunyai daya tarik tersendiri dimata wisatawan,” jelasnya.