BATAM – Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu (Apegti) Kepri dan Lembaga Perlindungan Konsumen (LPK) menemukan gula yang dioplos dengan gula rafinasi di wilayah Kepri berdasarkan survey di lapangan.
“Kita sudah laporkan ke dinas terkait bahwa di Kepri sudah ditemukan gula rafinasi yang dioplos dengan gula layak konsumsi,” jelas Ketua Apegti Kepri Nurbaini usai menghadiri Rakor bersama Kemendag RI di Harris Hotel Batam Center, Rabu(26/4).
Nurbaini menerangkan, pelaku usaha mendatangkan gula rafinasi tersebut dari Thailand dan Malaysia. Berikutnya, karung gula rafinasi akan dibongkar dan dioplos dengan gula layak konsumsi.
“Ya, ilegal,” terang Nurbaini ketika dikonfirmasi perihal status impor gula dari mancanegara tersebut.
Penjualan gula oplosan di Kepri relatif lebih mahal dibandingkan dengan daerah lainnya. Dari temuan di lapangan, gula oplosan di Kalimantan dijual dengan harga Rp. 5.000-6.000/Kg, sedangkan di Kepri dijual dengan harga Rp 12.000/Kg.
“Gula rafinasi ini bentuk teksturnya tidak sama, lebih halus dan kalau kita sentuh nanti ada serbuk,” ungkap Nurbaini.
Gula rafinasi ini sebenarnya tidak dijual untuk umum, Nurbaini menjelaskan gula rafinasi berbahaya bagi kesehatan karena menimbulkan resiko diabetes yang sangat tinggi.
Penjualan gula rafinasi di Indonesia diperuntukkan bagi industri makanan dan minuman.
Berbeda dengan gula rafinasi, gula kristal putih dapat dikonsumsi langsung dan lebih manis dibandingkan gula rafinasi.
Apegti tengah membentuk Tim Monitoring untuk mengawasi peredaran gula rafinasi yang dijual umum di pasar.
“Kita dari Apegti akan membentuk Tim Monitoring melibatkan TNI AD, TNI AL, Bareskrim, Bea Cukai, Kepolisian, Diaperindag dan Apegti,” ungkap Nurbaini.
Penulis : Siska
Editor : Rudiarjo Pangaribuan