Bahan Kimia dan Potensi Hambatan Ekspor Kopi Indonesia – Laman 2 – SWARAKEPRI.COM
NASIONAL

Bahan Kimia dan Potensi Hambatan Ekspor Kopi Indonesia

Seorang pekerja memetik biji kopi robusta di perkebunan dekat Banyuwangi, Jawa Timur, 10 Agustus 2016. (Foto: Antara/Budi Candra Setya via REUTERS)

Untungnya, kopi Indonesia masih diterima di banyak negara sampai saat ini. Indonesia masih duduk di peringkat delapan dari sisi nominal ekspor kopi di dunia. Brazil masih menjadi raja dengan pendapatan ekspor senilai $5,8 miliar setahun. Indonesia mengantongi $1,57 miliar setahun. Vietnam, tetangga terdekat duduk di posisi keempat dengan $2,66 miliar.

“Tentu saja, Amerika Serikat masih mendominasi ekspor kopi kita dengan 13 persen. Disusul kemudian India, Mesir dan Jerman. Malaysia pun saat ini masih mengekspor dari kita, sebesar 6 persen kontribusi ekspor dari total ekspor kopi Indonesia, berdasarkan negara tujuan,” kata Prayudi.

Sertifikasi Kopi Penting

Peneliti di Pusat Riset Ekonomi Perilaku dan Sirkuler BRIN Dr Pandu Laksono mengatakan sebenarnya petani kopi diuntungkan dengan sistem kontrak produksi. Hanya saja sistem kontrak membawa konsekuensi diterapkannya standar prosedur operasional.

Dalam kaitannya dengan pestisida, insektisida dan bahan sejenis misalnya, industri juga menerapkan standar yang harus dipatuhi. Pada kasus di mana muncul organisme pengganggu tanaman misalnya, kata Pandu, yang harus dilakukan sesuai aturan adalah pendekatan mekanis dan hayati.

Seorang pekerja memanen buah kopi arabika di sebuah perkebunan dekat Pangalengan, Jawa Barat. (Foto: Reuters/Darren Whiteside)

“Tapi, kalau kita lihat di sini hasil riset yang kami lakukan pada tahun 2020-2021, kita lihat bahwa petani kopi arabika itu 55, 8 persen masih menggunakan pestisida,” urai Pandu.

Riset itu dilakukan BRIN di kawasan Temanggung sebagai salah satu kawasan penghasil kopi. Dalam catatannya, Pandu mengatakan salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi itu adalah sistem pengembangan kopi yang tumpang sari dengan tanaman lain, seperti tembakau atau sayur-sayuran.

“Biasanya petani melakukan penyemprotan pestisida kepada tanaman tersebut sehingga pada saat melakukan itu petani juga melakukannya untuk tanaman kopinya. Bahasanya, sekalian nyemprot sayuran juga tanaman kopinya,” tambah Pandu.

Sejumlah produk kopi para petani di kawasan lereng Gunung Sumbing dan Sindoro. (Foto: VOA/Nurhadi)

Padahal, jika ingin menguasai pasar kopi dunia, sejumlah sertifikasi harus dimiliki. Misalnya, green bean yang harus sesuai dengan standar yang dikeluarkan Badan Standardisasi Nasinoal Indonesia (SNI). Dalam budi daya, ada juga standarisasi dari sisi ekonomi, sosial dan lingkungan yang lebih adil. Dari sisi harga, ada sertifikasi untuk keadilan harga agar petani mendapatkan harga layak dalam kemitraan.

“Juga ada persoalan sosial dalam skema sertifikasi ini, misalnya pelarangan penggunaan tenaga kerja di bawah umur. Ada konsep lingkungan yang masuk, misalnya tidak melakukan perusakan hutan dan penggunaan pestisida,” lanjut Pandu.

Jika petani mampu memenuhi standar global, keuntungan bagi mereka cukup signifikan. Misalnya terkait pemasaran, dimana petani terhubung dengan pasar global.

Pandu memberi contoh sejumlah sertifikasi yang bisa diraih petani, antara lain C.A.F.E Practise oleh retailer kopi terkemuka, Starbucks. Ada juga 4C yang diterapkan perusahaan nestlé. Disamping itu ada lupa sertifikat Fair Trade Coffee, Rainforest Alliance, dan UTZ Coffee.

Turun di Banyak Segi

Mengambil data dari database statistik perdagangan komoditas yang dikeluarkan PBB (UN Comtrade), Guru Besar Fakultas Pertanian UGM Prof Dr Dwidjono Hadi Darmanto meyakini sektor kopi Indonesia memang mengalami sejumlah penurunan.

Laman: 1 2 3

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Independen dan Terpercaya

PT SWARA KEPRI MEDIA 2023

To Top