Menurutnya, Rusia dan Ukraina memiliki posisi penting dalam rantai pasok pangan dan energi global. Retno menyebutkan kedua negara itu merupakan penghasil 30 persen dari total kebutuhan tepung gandum dunia, 20 persen jagung, dan 50 persen minyak bunga matahari.
Berdasarkan catatan organisasi pangan dan pertanian PBB atau FAO, lanjut Retno, indeks pangan global meningkat hingga 16,08 persen pada bulan lalu ketimbang Januari, sebelum perang Ukraina meletup. Kenaikan ini dipicu oleh naiknya harga komoditas pangan dunia dibandingkan Januari 2022. Harga daging naik 8,83 persen, produk susu (lebih dari 6,7 persen), sereal (18,28 persen), minyak nabati (lebih dari 23 persen), dan harga gula naik lebih dari enam persen.
Tidak Berdampak Langsung
Menanggapi rencana lawatan Jokowi ke Rusia dan Ukraina, peneliti hubungan internasional dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nanto Sriyanto menilai kunjungan Jokowi ke kedua negara tersebut tidak akan berdampak langsung terhadap beragam upaya untuk menyelesaikan perang. Namun, dia menegaskan lawatan Jokowi itu merupakan bentuk perhatian dan sinyal penting Indonesia dalam berdiplomasi.
“Dalam hal ini saya cukup skeptis karena melihat dalam kapasitas untuk menjadi mediator akan terlihat kurang kapasitasnya, terlebih bila dilakukan sendiri. Untuk itu, Indonesia perlu bukan hanya secara langsung minta kedua belah pihak untuk menghentikan (perang), tetapi Indonesia Indonesia perlu membangun koalisi untuk memberikan tawaran-tawaran perdamaian,” ujar Nanto.
Untuk itu, tegasnya, usaha mediasi tersebut harus dibarengi dengan peningkatan posisi tawar Indonesia sebagai mediator.