BATAM – Tim Pembela Untuk Keadilan Bagi Masyarakat Rempang-Galang(TPKM Purelang) selaku Kuasa Hukum Himpunan Masyarakat Adat Pulau Rempang-Galang(Himad Purelang) menggugat Badan Pengusahaan(BP) Batam hingga Presiden ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin 25 September 2023.
Gugatan tersebut terkait pembatalan perjanjian tentang pengembangan dan pengelolaan Kawasan Rempang dan Pulau-pulau sekitarnya.
“Hari ini kami Kuasa Hukum Himad Purelang mendaftarkan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap berbagai pihak, mulai dari pemerintah RI, BP Batam dan semua pihak yang terkait dalam perjanjian kerjasama antara Otorita Batam dan PT MEG,” kata Kuasa Hukum Himad Purelang, Alfons Loemau kepada wartawan di PN Jaksel, Senin(25/9).
Ia mengatakan, dasar pengajuan gugatan tersebut adalah Otorita batam belum punya hak atas 17.000 hektar lahan(Pulau Rempang), tapi membuat perjanjian dengan investor.
“Sampai hari ini secara hukum mereka(BP Batam) belum memiliki alas hak sebagai pemegang hak atas 17.000 Hektar tersebut,”jelasnya.
Kuasa Hukum Himad Purelang, Petrus Selestinus menambahkan bahwa pihak pemerintah yang masuk dalam gugatan perkara ini diantaranya, BP batam atau dulu disebut Otorita Batam sebagai tergugat I, tergugat II Wali Kota batam, tergugat III PT MEG, tergugat IV Presiden RI, tergugat V Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), turut tergugat I Xinyi Glass Holding ltd dan turut tergugat II Notaris.
“MoU yang dibuat tanggal 26 Agustuis 2024 itu karena cacat hukum kita minta dibatalkan, karena kita pelajari dari peraturan perundang-undangan yang ada sebelum MoU itu terjadi samapai dengan kebijakan pembnagunan yang sekarang diputuskan menjadi Proyek Strategis Nasiponal itu sudah tidak sesuai lagi dengan perjanjian itu,”ujar Petrus.
Kata dia, perjanjian tersebut dibuat tahun 2004, sementara kebijakan untuk memindahkan aktivitas pariwisata ke Pulau Rempang itu dimulai dari tahun 1992.
“Setelah MoU itu dibuat tahun 2004, gantung sampai tahun 2023, kemudian mendadak bergeser menjadi pembangunan industri besar(pabrik kaca),”ujarnya.
Petrus menjelaskan, dalam MoU tersebut diantaranya berisi soal HPL yang akan didapatkan oleh Otorita Batam itu dialihkan ke investor, sementara di dalam SK menteri ATR/BPN tahun 1993 mensyaratkan tidak boleh dialihkan ke pihak ketiga.
“Dalam perjanjian yang dibuat tahun 2004 itu, BP batam dan PT MEG dapat mengalihkan kepada pihak ketiga. Itu salah satu pelanggaran yang kita lihat, pelanggaran itu tidak sejalan dengan SK Menteri ATR/BPN tahun 1993,”tegasnya.
“Dalam SK Menteri ATR/BPN Tahun 1993 tersbeut, ada 7 syarat yang harus dipenuhi oleh BP Batam Hak Pengelolaan kepada BP Batam untuk Pulau Galang dan sekitarnya,”pungkasnya./Shafix