Dapatkah Konsep Restorative Justice Dipakai dalam Kasus Korupsi? – Laman 2 – SWARAKEPRI.COM
HUKUM

Dapatkah Konsep Restorative Justice Dipakai dalam Kasus Korupsi?

Polisi mengawal terpidana korupsi Djoko Tjandra (tengah), setibanya di bandara Jakarta, pada 30 Juli 2020, setelah ditangkap di Malaysia dalam pelariannya yang menyebabkan beberapa jenderal polisi diberhentikan karena keterlibatannya. (Foto: AFP/Dasril Roszand)

Gagasan memberlakukan restorative justice dinilai tidak tepat dan malah berbahaya karena meniadakan efek jera bagi para pelaku atau calon pelaku karena tanpa pemberlakuan konsep itu pun kini banyak kemudahan diberikan pada para narapidana, mulai dari remisi hingga pembebasan bersyarat. Namun konsep ini cocok digunakan pada kasus-kasus kecil yang berpotensi untuk memaafkan pelaku, seperti gesekan antar warga dan penganiayan ringan, sehingga tidak merusak kohesi sosial.

Lebih jauh Zaenur mengatakan ada dua hal yang harus diambil untuk mempercepat pemberantasan korupsi. Pertama, dalam konteks pembentukan legislasi di antaranya Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset Hasil Kejahatan dan RUU Pembatasan Transaksi Tunai. Kedua, dengan mereformasi aparat penegak hukum yang hanya bisa dilakukan oleh pemerintah.

Peneliti di Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana sependapat bahwa konsep restorative justice secara hukum tidak dapat digunakan dalam kasus korupsi. Selain melanggar aturan yang ada, saat ini kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia sudah memasuki fase darurat.

“(Selain itu) kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia terbilang sudah memasuki fase gawat darurat. Indeks persepsi korupsi saja tak kunjung mengalami peningkatan yang signifikan. Salah satu sumber persoalannya sudah barang tentu menyangkut aspek penegakan hukum, sehingga tak tepat jika restorative justice dipaksakan untuk diterapkan dengan dalih mengatasi tindak pidana korupsi,” ujar Kurnia.

Alih-alih membaik, lanjutnya, ide tersebut bisa membuat para koruptor bersemangat untuk melakukan praktek korupsi. Berdasarkan riset ICW tahun lalu, rata-rata hukuman koruptor dalam persidangan hanya 3 tahun 5 bulan penjara dan ini terbilang rendah. Apalagi kalau ditambah mekanisme restorative justice, pelaku korupsi akan semakin diuntungkan.

Kurnia menilai dibandingkan mewacanakan hal-hal yang belum begitu penting dibincangkan, KPK sebaiknya membahas perbaikan undang-undang tindak pidana korupsi dengan memuat implementasi atas mandat Konvensi PBB Melawan Korupsi, mulai dari perdagangan pengaruh, illicit enrichment, dan korupsi sektor swasta.

KPK, tambahnya, dapat mewacanakan perbaikan delik korupsi dalam KUHP yang mana seluruh substansinya menguntungkan koruptor ketimbang mewacanakan restorative justice.

Laman: 1 2 3

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Independen dan Terpercaya

PT SWARA KEPRI MEDIA 2023

To Top