BATAM – Kota Batam merupakan salah satu kota andalan bagi perekonomian nasional. Penduduk yang sibuk serta rutinitasnya berputar seimbang. Ketika terang, sektor-sektor strategis sukses mengaliri nadi rkonomi. Begitu malam pusat hiburan berdetak hingga pagi. “Kerja dan Pesta” jadi identitas kota.
Dua bulan belakangan semenjak covid-19 mulai merebak dan menjangkiti penduduk kita, denyut hiburan malam itu kini tak lagi berpendaran. Para pengusaha dan pekerjanya patuh semenjak satgas covid-19 Kota Batam mulai rutin patroli malam.
Untuk sementara waktu pandemi corona ini berhasil mengistirahatkan kota yang tak pernah mau tidur ini. Meskipun gangguan kecil sempat muncul dari salah satu tempat hiburan yang ngeyel beroperasi. Aturan dapat saja ketat. Namun longgarnya pengawasan perlu jadi perhatian.
Terlepas dari hal itu, efek kejut penerapan pembatasan sosial sebenarnya bikin prihatin. Bagaimana tidak, tutupnya bisnis hiburan berimbas pada kehidupan para karyawan. Saat ini sekitar hampir seribu orang dirumahkan tanpa upah.
Bahkan di pusat hiburan malam, sudut-sudut gemerlap yang biasa ramai berubah lengang. Pemandangan lalu lalang pekerja agensi kini jadi suguhan langka. Jangan tanya soal irama jantung kota yang berdetak senada, semua senyap sempurna.
Masyarakat diminta istirahat di rumah. Sementara waktu tak ada rencana pesta minggu dini hari. Lupakan suasana gemerlap ditemani iringan musik yang serba kencang seperti tempo hari.
Dari perbincangan swarakepri.com dengan Adam (23), salah satu pekerja hiburan malam di Nagoya, ia mengaku sudah dua bulan ini dirumahkan tanpa bayaran.
“Iya mau tidak mau harus terima. Ini kan musibah. Lagipula si bos juga rugi kan. Intinya begini, semoga cepat selesai. Terus semua bisa kembali kerja seperti biasa,” kata Adam santai sembari menghidupkan rokoknya, Kamis (30/4/2020) malam lalu.
Penerapan larangan operasi lokasi hiburan malam pasti didukung penuh oleh pihaknya, jika memang harus. Namun menurutnya, pemerintah dalam hal ini diharapkan dapat kerja lebih rikat. Sebab sejauh yang dia tahu penanganan pandemi ini dilakukan dengan ragu-ragu.
Itu terlihat ketika adanya tarik ulur kebijakan soal istilah penerapan aturan zona wilayah. Selain itu pengawasan aktifitas dinilai masih longgar.
Bahkan, sejumlah diskotik kedapatan masih kucing-kucingan. Untuk itu ia berharap ada tindakan yang tegas dan terukur. Sebab jika ada salah satu yang bandel daat berimbas bagi semua pihak.
“Rata-rata pekerja malam itu perantau mas. Nah bisa dibayangkan gimana kalau simpanan habis dirantau terus belum bisa kerja. Pusing kan,” ujar dia.
“Bisa-bisa kriminal nanti. Ya peran petugas harus lebih tegas juga lah, jangan jelas-jelas melanggar cuma ditegur aja. Kalau cuma begitu endingnya semua mau,” tambah pemuda berkulit putih itu.
Tren kriminalitas belakangan dilaporkan meningkat di sejumlah wilayah. Kasus utama rata-rata pencurian.
Dalam masa-masa sulit, timpang, sekaligus rentan seperti sekarang, setiap orang harus waspada. Sebab perut lapar kerap bikin pikiran jadi tak panjang.
“Belum ada intruksi masuk kerja. Kami masih menunggu. Kabarnya satu bulan ini mungkin buka. Tergantung situasi juga. Kalau masih ada zona merah ya serba susah,” ungkapnya lagi.
Persoalan hiburan malam agaknya layak diperhatikan Pemerintah. Sebab diskotik, bar, ataupun karaoke, benar-benar terpukul telak dari keadaan pandemi.
Ladang pengangguran luas subur sejak adanya larangan beroperasi dari pemerintah. Padahal segudang profesi ada di sana, mulai dari pelayan, bartender, hingga agen-agen penyedia jasa musik, dancer dan lainnya.
Para pekerja yang terdampak ini sudah sepantasnya perlu diperhatikan. Butuh kebijakan terukur dalam menangani salah satu Kota persinggahan favorit bagi para pelancong ini.
Semua sepakat jaga jarak. Tapi penanganan juga harus layak. Rasanya tidak berlebihan sebab irama disko telah sejak lama memompa darah kota ini menuju perkembangan.
Elang