“Kalau cemaran tidak akan sebesar itu. Tapi kalau ada indikasi diganti dan ditambahkan (EG dan DEG), itu bisa jadi,” ujar Zullies kepada BenarNews.
Teuku Nanda Saifullah Sulaiman, juga ahli farmasi dari UGM mengungkapkan perusahaan farmasi biasanya tidak akan berani menambah zat-zat tersebut, jika cemaran di atas ambang batas, dapat dicurigai hal itu berasal dari kualitas bahan baku.
“Itu bisa jadi karena kualitas bahan bakunya menurun, karena bahan baku industri farmasi Indonesia semua dari luar. Rata-rata dari China dan India. Jadi sangat mungkin sumber bahan baku beda,” ucap dia.
Heny Ekowati, ahli imunologi dan farmakologi Universitas Jenderal Soedirman di Purwokerto, mengatakan Indonesia harus melakukan penelitian untuk memastikan bahwa penyebab kejadian gagal ginjal akut pada anak adalah EG dan DEG.
Dia menyontohkan kejadian gagal ginjal akut di Panama pada 2006 juga diikuti dengan penelitian yang menemukan kontaminasi DEG yang tinggi pada obat batuk. Penelitian tersebut membuat pemerintah menarik kembali sekitar 60.000 botol sirop obat batuk yang terkontaminasi.
“Pada kasus di Panama, gliserin dari China-lah yang menyebabkan kasus ini. Kasus di Gambia, adalah produk dari India,” ujar dia.
Menurut Heny, bisa jadi kualitas bahan baku pembuat gliserin rendah, sehingga mengandung impuritas tinggi melebihi kadar aman dikonsumsi manusia./BenarNews