Sementara itu, Imam Nakha’I, pengajar di Institut Agama Islam Ibrahimy di Situbondo, menegaskan bahwa lemah atau kuatnya iman bukan sebagai penentu seseorang melakukan kekerasan seksual atau tidak.
Justru banyaknya tafsir agama yang melandasi keimanan seseorang, malah dijadikan alat untuk mewajarkan tindak kekerasan seksual, ujar Imam yang juga Komisioner Komisi Nasinoal Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).
“Kurangnya iman, itu bukan sebagai penyebab terjadinya kekerasan seksual. Bahkan, keimanan atau dalam tanda petik, tafsir agama, itu digunakan untuk mengabsahkan atau untuk pewajaran melakukan kekerasan seksual,” katanya.
Auditor Madya Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Bayu Suwardi, menegaskan pemerintah akan melindungi korban tindak kekerasan seksual, termasuk yang berani melaporkan pelaku kepada Kemenristekbud maupun aparat penegak hukum.
“Kami jamin seratus persen, bahwa guru maupun siswa yang ingin melapor kepada kami, itu nanti akan kami lindungi. Bahkan kami sudah kerja sama dengan LPSK, tidak hanya terlindungi dari aspek psikis ya, tapi juga kita ingin melindungi dari aspek fisik. Karena memang mungkin juga ada gangguan-gangguan fisik yang bisa saja terjadi,” ujar Bayu./VOA