BATAM – Empat warga negara Taiwan yakni Chen Chung Nan, Chen Chin Tun, Huang Ching An dan Hsieh Lai FU, terdakwa penyelundupan sabu seberat 1,037 ton dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum(JPU) dalam persidangan di Pengadilan Negeri Batam, Selasa(30/10/2018).
Keempat terdakwa dengan menggunakan Kapal KM. Sunrise Glory berbendera Singapura ditangkap oleh Kapal Patroli KRI Sigurot-864 Lanal Batam di perairan Selat Philips Kepulauan Riau pada tanggal 7 Februari 2018.
Tuntutan kepada keempat terdakwa dibacakan oleh Jaksa dari Kejagung, Albina Dita Prawira, Nur Surya serta dua Jaksa dari Kejari Batam yakni Dedie Tri Hariyadi dan Filpan FD Laia.
Dalam tuntutannya, JPU Filpan menuntut hukuman maksimal yakni hukuman mati kepada keempat terdakwa karena terbukti melanggar Pasal 114 ayat 2 jo pasal 132 ayat 1 UU 35 Tahun 2009 tentang narkotika.
“Berdasarkan seluruh keterangan saksi yang dihadirkan, berikut keterangan saksi ahli, semua menyatakan perbuatan terdakwa terbukti bersalah. Dalam persidangan terungkap adanya alasan pemaaf atau pembenar. Begitu juga dengan analisa fakta persidangan, serta dukungan barang bukti dan saksi serta saksi ahli,” ujar JPU.
JPU mengatakan, perbuatan keempat terdakwa mengakibatkan nama negara Indonesia menjadi buruk citranya di dunia internasional. Seolah-olah Indonesia jadi lahan empuk peredaran narkotika. Selama persidangan, keempat terdakwa juga tak mengakui perbuatannya menyelundupkan atau membawa 1 ton lebih sabu-sabu masuk ke Indonesia.
“Untuk hal yang meringankan terdakwa, tidak ada. Terdakwa sendiri terbukti membawa atau menyelundupkan masuk narkotika jenis sabu-sabu sebanyak 1 ton 37 gram ke wilayah Indonesia dengan melawan hukum, yakni membawa narkotika melebihi 5 gram,” jelas JPU.
Setelah mendengarkan tuntutan JPU, Ketua Majelis Hakim, M Chandra didampingi Hakim Anggota Yona Lamerossa Ketaren dan Redite Ika Septina menunda persidangan hingga seminggu kedepan untuk mendengarkan pledoi atau nota pembelaan dari penasehat hukum.
Seusia persidangan, Penasehat Hukum keempat terdakwa, Herdian Saksono mengatakan bahwa dalam kasus ini JPU terlalu optimis dalam menuntut hukuman di luar pasalnya itu sendiri yakni di pasal 112 dan 114.
“Dari logika hukum dan fakta persidangan, jelas klien saya itu ditangkap tidak berada di wilayah Indonesia. Kapalnya tidak mengarah ke Indonesia. Harusnya hukum teritorial Indonesia tidak bisa seharusnya tidak bisa diterapkan di persidangan ini,” terang Herdian.
Ia meminta satu penterjemah dari JPU dan BNN. Menurutnya kasus yang menjerat kliennya penuh rekayasa.
“Kami mempertanyakan pada awal penangkapan tanggal 7 Februari lalu ditegaskan tidak ada barang apapun narkoba di dalam kapal. Tapi selang dua hari kemudian mendadak ditemukan satu ton lebih sabu-sabu. Apalagi berita penyitaannya tanggal 12 Februari. Itu menurut saya ada kejanggalan. Ini sangat di luar kewajaran,” ujar Herdian.
Herdian mengatakan keberatan tersebut akan dituangkan saat menyampaikan pledoo atau nota pembelaan pada persidangan selanjutnya.
Penulis : Marina
Editor : Rudiarjo Pangaribuan
Jakarta, November 2024 – INKOP TKBM kembali bekerja sama dengan Port Academy untuk menyelenggarakan Diklat…
Mengapa Anda Tidak Boleh Lewatkan Acara Ini? Ini adalah kesempatan pertama di Indonesia untuk memiliki TCG One…
Layanan SIP Trunk adalah layanan telepon yang dilakukan melalui jaringan internet, layanan SIP Trunk menjadi…
Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mencatatkan kenaikan tipis sebesar 14 sen, atau 0,2%,…
Musik telah menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari, dan dengan kemajuan teknologi, mendengarkan musik semakin…
BATAM - Kepala Badan Pengusahaan Batam (BP Batam), Muhammad Rudi menerima sekaligus mendengarkan paparan Laporan…
This website uses cookies.