Pukat harimau yang digunakan mereka, kata Hendri, merusak rumah-rumah ikan yang menjadi andalan nelayan tradisional, akibatnya ikan-ikan bernilai tinggi seperti kakap merah, kerapu dan kerisi bali hilang dari kawasan tersebut.
“Kapal ikan asing itu menurunkan hasil tangkapan nelayan Natuna, berkurang pendapatnnya, merugi. Kita bahkan harus ke laut Malaysia, sekitar Kuching ada 100 lebih. Ada yang tertangkap di Malaysia,” ujar dia.
Selama ini, kapal Indonesia tidak rutin melakukan patroli hanya sesekali, kata Hendri.
“Tindak tegas”
Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar mendorong pemerintah untuk menindak tegas kapal asing di Laut Natuna Utara.
“Banyak laporan kapal asing mondar-mandir sampai mengadang kapal nelayan kita. Saya kira ini perlu disikapi serius pemerintah, KKP dan Bakamla harus cek di lapangan,” ujar Muhaimin dalam siaran pers.
KKP dan Bakamla menurut dia harus memastikan keamanan di ruang gerak kapal asing dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia dan memastikan pergerakan mereka di wilayah ZEE memenuhi aturan-aturan dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) dan tidak mengganggu nelayan tradisional.
“Jangan sungkan menindak tegas siapa pun yang mencoba masuk apalagi mengganggu nelayan Indonesia yang berlayar,” ujar Muhaimin.
Muhaimin meminta pemerintah untuk menguatkan kerja sama maritim dengan negara lain seperti China untuk sama-sama menjaga keberlanjutan ekosistem laut tanpa merugikan sumber daya laut dan nelayan di negara masing-masing.
“Kerja sama bilateral saya kira perlu dikuatkan agar mereka tidak sembarangan lagi masuk wilayah kita,” ujar Muhaimin.
Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menyatakan pemerintah Indonesia setengah hati bahkan seperti takut kepada China.
“Kasus masuknya Kapal Penjaga China ini sudah sering. Banyak dikeluhkan nelayan dan rakyat ingin penegakan kedaulatan di laut Natuna Utara namun kebijakan pemerintah melalui PP No.13/2022 tidak tepat sasaran sumber masalah,” kata politisi PKS itu kepada BenarNews.