Pada hari kedua kunjungan kerjanya, Presiden Joko Widodo melakukan pertemuan bisnis dengan sejumlah pengusaha China, di Shangri-La Hotel, Chengdu, Jumat (28/7). Dalam pertemuan yang difasilitasi Kamar Dagang Indonesia di China (INACHAM) itu, Jokowi menawarkan berbagai proyek prioritas pemerintah.
JAKARTA — Presiden Jokowi mengatakan, pemerintah Indonesia menyambut dengan tangan terbuka para investor dari China. Ia berharap akan ada lebih banyak investor dari negeri tirai bambu itu, yang akan berinvestasi di berbagai proyek strategis di Indonesia.
“Saya tahu di sini sudah banyak yang masuk (investasi di Indonesia). Mungkin (kalian) bisa menyampaikan ke rekan yang lain, apakah ada kesulitan atau problem? Kami terbuka untuk investor dari China,” ungkap Jokowi.
Dalam kesempatan ini, Jokowi pun menawarkan sejumlah proyek besar yang sedang digarap oleh pemerintah terkait pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Ia menjelaskan, pemerintah sedang membangun kawasan inti pemerintahan yang ditargetkan selesai pada tahun depan. Pihak swasta, katanya, bisa mulai menanamkan modalnya pada tahun ini di berbagai sektor.
“Tahun ini, swasta bisa mulai masuk baik untuk kesehatan, pendidikan, research, data center, bisa mulai dilaksanakan tahun ini karena ini ada 34 ribu hektare yang sudah siap lahannya dan bisa dimasuki oleh investor. Untuk properti, dan infrastruktur juga ada,” jelasnya.
Jokowi juga menawarkan para investor untuk ikut serta berinvestasi dalam upaya pembangunan ekosistem kendaraan listrik, mulai dari hulu sampai hilir. Jokowi memperkirakan, jika semua berjalan dengan lancar, Indonesia bisa memproduksi mobil listrik di atas satu juta unit pada tahun 2035.
Bidang energi baru terbarukan (EBT) juga ditawarkan oleh Jokowi kepada para investor. Ia menekankan, dengan protensi yang mencapai 434 ribu mega watt, EBT merupakan sektor yang sangat menjanjikan di masa depan.
“Saya kira ini sebuah kesempatan yang sangat baik untuk baik ke depan. Kalau energinya hijau, nanti produknya hijau, jualan produknya bisa di posisi premium,” katanya.
Sementara itu, dalam kesempatan terpisah Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan kunjungan Presiden Jokowi kali ini menghasilkan komitmen investasi dengan nilai total $11,5 miliar.
Kesepakatan investasi itu diperoleh pemerintah Indonesia dengan produsen pembuat kaca bernama Xinyi. Bahlil menjelaskan perusahaan tersebut merupakan perusahaan kaca terbesar di dunia yang market share-nya mencapai 26 persen.
“Ke depannya perusahaan ini telah berkomitmen untuk membangun industri di kawasan Batam, Rempang. Ini adalah pabrik terbesar nomor dua di dunia setelah China, dan pabrik terbesar nomor satu di luar China. Ini adalah hilirisasi yang dibangun dari pasir kuarsa dan beberapa bahan baku lainnya yang ada di Indonesia. Kalau kita sudah sukses membangun ekosistem hilirisasi dari nikel, sekarang kita mulai dorong ke pasir kuarsa,” ungkap Bahlil.
Nantinya, kata Bahlil, produk kaca yang dihasilkan akan diekspor karena memang pangsa pasar perusahaan tersebut diperuntukkan untuk ekspor. Selain itu, produsen kaca ini, menurut Bahlil, akan memproduksi panel surya yang juga akan diekspor.
“Total investasinya $11,5 miliar, dan mereka sebenarnya sudah melakukan investasi pertama di kawasan JIIPE (Java Integrated Industrial and Ports Estate) sebesar $700 juta. Ini pengembangan kedua. Ini terjadi akibat kepercayaan penuh investor terhadap Indonesia di bawah pemerintahan Pak Jokowi. Investasi ini menciptakan 35 ribu pekerjaan, dan ini akan berkolaborasi dengan pengusaha nasional,” jelas Bahlil.
Perlambatan Investasi di Tahun Politik
Menurut ekonom CORE Indonesia Muhammad Faisal, suasana menjelang pemilu yang biasa dikenal sebagai tahun politik, dapat mempengaruhi laju investasi di tanah air.
Ia sendiri melihat adanya sejumlah perlambatan investasi yang masuk ke Indonesia di tahun politik, termasuk dari China.
“Saya melihat ada kecenderungan seperti itu. Misalnya penanaman modal tetap bruto (PMTB) tumbuh dua persen, padahal pada tahun-tahun sebelum pandemi bisa meningkat hingga lima persen,“ungkap Faisal.
Meski begitu, katanya, perlambatan investasi ini tidak akan terjadi di semua sektor. “Dari pengamatan saya kunjungan Presiden ke China sebetulnya untuk memastikan , mengajak lagi, karena kan kita lagi membangun beberapa kebijakan yang sudah diinisiasi oleh pemerintah dan masih perlu banyak investasi. Misalnya pembangunan IKN, yang kita tahu memang sangat minim investasi swastanya,”tuturnya.
Ia melihat di era kepemimpinan Jokowi, kedekatan Indonesia dan China di bidang politik dan bisnis sangat membaik. Investasi China kini menjadi terbesar kedua di Indonesia.
Gempuran investasi dari China ini bukanlah tanpa sebab. Negeri Tirai bambu ini, kata Faisal, sedang mengalami transisi struktur perekonomian yang mengakibatkan banyak investor lebih banyak menanamkan modalnya di luar negeri.
“Akhirnya banyak para investor itu menanamkan modalnya di luar China, misalnya di Afrika, Asia Tenggara, termasuk Indonesia,” jelasnya./VOA