BATAM – Sidang perkara dugaan tindak pidana penipuan atau penggelapan dan pemalsuan surat di BCC Hotel Batam dengan terdakwa Tjipta Fudjiarta kembali digelar diruang sidang utama Pengadilan Negeri Batam, Senin(12/3/2018) sekitar pukul 11.30 WIB.
Penasehat hukum terdakwa, Hendie Devitra dan Sabri Hamri membacakan nota keberatan (eksepsi) atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Tumpal Sagala didampingi Hakim Anggota Yona Lamerosa Kataren dan Renni Pitua Ambarita serta dihadiri Jaksa Penuntut Umum(JPU) Filpan Fajar D. Lalia dan Hendarsyah Yusuf Permana.
Dalam eksepsinya, PH memohon kepada Majelis Hakim untuk menerima dan mengabulkan keberatan (eksepsi), menyatakan surat dakwaan Penuntut Umum tidak dapat diterima, menyatakan pemeriksaan perkara atas nama terdakwa Tjipta Fudjiarta ditangguhkan menunggu putusan banding perkara perdata gugatan Nomor 262/Pdt.G/2016/PN.BTM dan/atau putusan kasasi perkara gugatan Tata Usaha Negara Nomor 207/G/2016/PTUN-JKT Jo. Nomor 167/B/2017/PT.TUN.JKT hingga perkara aquo mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Menurut PH, uraian dakwaan yg mengatakan Conti Chandra mengambil alih seluruh saham dari pemegang saham lainya sehingga Conti Chandra memiliki 280 lembar saham (100%) berdasarkan Akta No. 10 tanggal 07 Juli 2011 adalah tuduhan yg tidak benar dan menggelapkan fakta yg sesungguhnya Akta No. 10 itu sudah dibatalkan dengan Akta No. 70. Begitupun alasan adanya Akta No. 89 tanggal 27 Juli 2011 yang juga sudah dibatalkan dengan Akta No. 98.
“Jadi uraian dakwaan yg mengatakan Conti Chandra pemilik 100 persen saham itu jelas tidak benar dan sampai hari ini tidak ada satupun akta pemindahan saham/jual beli saham yg membuktikan adanya pemindahan saham itu kepada Conti Chandra,” kata PH.
PH mengatakan bahwa tuduhan yg mengatakan pembayaran terdakwa kepada Conti Chandra itu pinjaman seolah-olah Conti lah yg membayar harga saham itu, Jaksa juga tidak melihat adanya Akta No. 2 tanggal 2 Desember 2011 RUPSLB PT.BMS yg dibuat Conti Chandra sendiri tentang adanya kesepakatan Conti Chandra dengan terdakwa untuk menjual saham-saham milik Wie meng, Hasan dan sutriswi kepada terdakwa yg semua itu adalah kesepakatan yg dibuat bersama.
“Yang dituduh sebagai tindak pidana padahal Jaksa juga menguraikan adanya pembayaran uang harga saham sebesar Rp. 27.547.000.000 dari sebagian jumlah dana yang ditransfer oleh terdakwa kepada Conti Chandra sebesar Rp. 29.547.000.000. Adanya kesepakatan dan pembayaran oleh terdakwa telah memperlihatkan secara jelas bahwa apa yang dituduhkan Penuntut Umum kepada Terdakwa tentang pemindahan saham saksi Hasan, saksi Wie Meng dan saksi Sutriswi dengan Akta No. 3, 4, dan 5 bukanlah merupakan tindak pidana, akan tetapi kalaupun dikatakan Jaksa pembayaran terdakwa itu uang pinjaman Conti harusnya sengketa kepemilikan saham antara saksi Conti Chandra dengan Terdakwa itu masuk dalam ruang lingkup perdata,” jelas PH.
Selanjutnya kata PH, bahwa Penuntut Umum tidak secara lengkap dan konprehensif menguraikan perbuatan materiil tindak pidana yang didakwakan menurut fakta yang sebenarnya, melainkan hanya menuruti keterangan saksi Conti Chandra saja seperti dakwaan bahwa tidak hadirnya saksi Andreas Sie pemilik 28 saham pada RUPSLB tanggal 02 Desember 2011 adalah karena adanya sengketa gugatan pembatalan Akta No. 89 yang diajukan oleh saksi Andreas Sie sebagai Penggugat kepada saksi Conti Chandra sebagai Tergugat I yang terdaftar di Pengadilan Negeri Batam tanggal 10 November 2011
“Bukan seperti yg dituduhkan seolah-olah Andreas Sie merasa tidak pernah menjual kepada terdakwa, faktanya setelah Andreas berdamai dengan Conti, maka saham Andreas Aie yg dijual kepada Conti 28 saham oleh Conti berdasarkan kesepakatan dengan terdakwa dalam RUPSLB No. 53, Conti setuju menjual saham Andreas Sie itu kepada terdakwa dibuatlah akta No. 54,” jelas PH.
PH mengatakan, tuduhan pemindahan saham saksi Conti Chandra sebanyak 218 lembar sahamnya kepada terdakwa yang faktanya adalah berdasarkan kesepakatan yang dibuat oleh saksi Conti Chandra dan Terdakwa yang tertuang dalam RUPSLB Akta No. 11 tanggal 07 September 2012 yang kemudian diikuti dengan Akta No. 12 tanggal 07 September 2012 mengenai jual beli/ pemindahan hak saham aquo yang dibuat di hadapan saksi Notaris Syaifuddin, maka penjualan saham saksi Contri Chandra sebanyak 218 lembar saham kepada Terdakwa dan diakui oleh conti candra adanya pembayaran saham.
“Berdasarkan uraian tersebut di atas, telah memperlihatkan secara jelas bahwa surat dakwaan yang menguraikan perbuatan tindak pidana yang dilakukan Terdakwa yang menjelaskan adanya kesepakatan, adanya pembayaran yang dilakukan oleh terdakwa, dan adanya akta-akta pemindahan hak atas saham kepada terdakwa, sehingga apa yang didakwakan oleh Penuntut Umum kepada terdakwa jelaslah bukan merupakan tindak pidana, dan kualifikasi delik yang dirumuskan dalam dakwaan dengan uraian fakta uang pinjaman menurut versi saksi Conti Chandra, sebagai perbuatan materiil tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa, semakin mempertegas hubungan hukum keperdataan dan sengketa kepemilikan atas saham antara saksi Conti Chandra dengan Terdakwa yang sesungguhnya termasuk dalam ruang lingkup perdata,” ujar PH.
Menurut PH, sebelum berkas perkara pidana atas nama terdakwa diterima Pengadilan Negeri Batam, telah ternyata sengketa keperdataan antara saksi Conti Chandra dengan terdakwa yaitu masalah kepemilikan saham, pengurusan, dan penguasaan asset PT. Bangun Megah Semesta.
“Terdakwa telah diperiksa dalam persidangan perkara perdata gugatan yang terdaftar dalam register Kepaniteraan Pengadilan Negeri Batam tanggal 14 September 2015 dan diputus oleh Majelis Hakim tanggal 13 Juni 2016, yang amar putusannya Menolak gugatan Penggugat (Conti Chandra) untuk seluruhnya. Putusan tersebut saat ini telah berkekuatan hukum yang tetap,” kata PH.
PH mengatakan bahwa dakwaan Penuntut Umum tanggal 19 Pebruari 2018 ternyata mengandung sengketa keperdataan dan telah diperiksa dalam perkara perdata gugatan Nomor 262/Pdt.G/2016/PN.BTM, yang sekarang dalam tahap proses upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Pekanbaru, dan/ atau surat dakwaan Penuntut Umum ternyata mengandung sengketa Tata Usaha Negara dan telah diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 207/G/2016/PTUN.JKT, Jo Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 167/B/2017/PT.TUN.JKT, yang sekarang dalam tahap proses upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung RI.
“Maka cukup beralasan hukum keberatan kami Penasihat Hukum Terdakwa tentang dakwaan tidak dapat diterima, karena masih terdapat perkara perdata dan sengketa TUN antara terdakwa dan saksi Conti Chandra yang belum ada putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” kata PH.
“Kami Penasihat Hukum terdakwa berpendapat apa yang didakwakan oleh Penuntut Umum kepada terdakwa adalah jelas bukan merupakan tindak pidana, dan untuk menghindari kekeliruan dan agar tidak timbul putusan yang saling bertentangan antara putusan perkara pidana dengan putusan perkara perdata dan/atau dengan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara aquo, maka pemeriksaan perkara pidana atas nama Terdakwa Tjipta Fudjiarta ini beralasan untuk ditangguhkan menunggu putusan Banding Hakim perdata Pengadilan Tinggi Pekanbaru mengenai persengketaannya, dan/atau putusan kasasi Mahkamag Agung RI mengenai sengketa Tata Usaha Negara, hingga mempunyai kekuatan hukum yang tetap,” jelas PH.
Setelah mendengarkan nota keberatan (eksepsi) dari penasehat hukum terdakwa, Majelis Hakim kemudian menunda persidangan hingga hari Selasa tanggal 20 Maret 2018 dengan agenda tanggapan Jaksa Penuntut Umum atas Eksepsi Terdakwa.
Pada sidang sebelumnya dalam agenda pembacaan dakwaan, JPU menjerat terdakwa dengan dakwaan kumulatif yakni dakwaan pertama pasal 378 KUHP atau pasal 372 KUHP dan dakwan kedua pasal 266 ayat (1) KUHP.
JPU menguraikan bahwa sejak bulan Mei 2011 sampai bulan Desember 2013, terdakwa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri sebesar Rp 200 Miliar atau setidak-tidaknya seluruh aset Hotel BCC beserta keuntungan lainnya selama terdakwa menguasai Hotel BCC.
“Secara melawan hukum yakni tanpa hak menguasai dan memiliki sebagian atau seluruh saham atau aset atau Hotel BCC atau keuntungan lainnya milik saksi Conti Chandra atau milik PT.Bangun Megah Semesta dengan berdasarkan atau menggunakan akte notaris yang faktanya tidak benar oleh terdakwa, yang seolah-olah sudah dalam akte notaris telah dibayar lunas padahal belum lunas sampai sekarang,” kata JPU.
JPU juga mengatakan bahwa terdakwa secara aktif menghubungi saksi Conti Chandra dengan berpura-pura atau tipu muslihat akan membeli saham dan aset atau hotel BCC secara cash milik saham Conti Chandra atau milik PT. Bangun Megah Semesta.
“Karena terperdaya bujuk rayu dari terdakwa yang seolah-olah akan membeli saham dan aset atau Hotel BCC secara cash dan kontan, saksi Conti Chandra akhirnya menyerahkan sebagian atau seluruhnya saham dan aset atau Hotel BCC atau keuntungan lainnya kepada terdakwa,” terang JPU.
JPU menyebutkan, dengan mendasarkan akte notaris yang tertulis seolah-olah telah ada pembelian saham dan aset Hotel BCC sudah dibayar lunas oleh terdakwa, sehingga hapuslah piutang saksi korban Conti Chandra atau PT. BMS kepada terdakwa, padahal faktanya belum dibayar lunas.
Penulis : RD_JOE
Editor : Rudiarjo Pangaribuan