“Kejadian kecelakaan biasa terjadi, tidak ada yang ingin menabrak ataupun ditabrak tapi sering kali dalam proses penyelesaian justru pihak korban yang lebih aktif sedangkan pihak penabrak terkesan apatis. Sebenarnya metodologi konflik yang salah akan merugikan perusahaan disaat berhadapan langsung dengan masyarakat kecil, hal ini mungkin dikarenakan bisa menimbulkan gejolak sosial yang meluas,” tegasnya.
Menurutnya, peran media dan NGO dibutuhkan dalam kasus seperti ini bukan hanya sebagai blower, pendamping namun juga pengingat agar tidak terjadi hal serupa yang bukan saja menciderai nelayan namun juga pembelajaran bagi perusahaan yang terbukti nantinya bersalah.
Selain itu, kata dia, kasus kapal tabrak terumbu karang ini juga sempat heboh di Indonesia tahun 2017 lalu yakni kasus kapal pesiar MV Caledonian Sky asal Inggris yang merusak 1.600 meter persegi terumbu karang di Radja Ampat, Papua.
Dalam kasus ini, kata dia, pemerintah Indonesia sendiri melalui Menteri KLHK, Siti Nurbaya Bakar menyarankan agar kapal MB Caledonian Sky dijerat dengan UU No 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dan UU No 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Pingback: Kapal Tongkang Dilaporkan Tabrak Terumbu Karang di Perairan Tanjunguncang, Begini Tanggapan PT.SOL – SWARAKEPRI.COM