BATAM – Achmad Machbub alias Abob, terdakwa kasus reklamasi Pulau Bokor dijerat dengan pasal berlapis dalam persidangan yang digelar di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Batam, Selasa(6/12/2016) siang.
Abob didakwa melanggar pasal 109 Jo Pasal 36 ayat(1) Jo Pasal 116 ayat(1) huruf (a),(b) Jo Pasal 117 Jo Pasal 118 Undang-Undang RI No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Jo Pasal 55 ayat(1) ke-1 KUHP.
Dalam dakwaannya, JPU Susanto Martua mengatakan, terdakwa Achmad Machbub alias Abob selaku Direktur PT.Power Land bersama-sama dengan saksi AFUAN selaku Komisaris PT.Power Land (penuntutan dilakukan secara terpisah) melakukan usaha dan atau kegiatan tanpa memiliki ijin lingkungan sejak awal Maret 2012 sampai Januari 2013 di wilayah Tiban Utara Kelurahan Tanjung Uma, Lubuk Baja dan wilayah Kelurahan Tiban Indah, Sekupang Kota Batam, Kepulauan Riau.
“Awalnya terdakwa dan saksi Afuan bermaksud untuk melakukan kegiatan pengembangan kawasan wisata terpadu seluas 681.850 M2 (68,18 Ha) di wilayah Tiban Utara, Tanjung Uma untuk menarik minat investor. Dalam rangka melaksanakan kegiatan tersebut, terdakwa menyuruh saksi Afuan untuk melakukan pengurusan perijinan kepada instansi terkait namun terdakwa tidak melakukan pengecekan ijin-ijin apa yang sudah terbit,” ujar Martua.
Martua menguraikan, bahwa terdakwa memperoleh atau mendapatkan lokasi untuk pengembangan kawasan wisata terpadu di wilayah Tiban Utara setelah mengajukan permohonan kepada Walikota Batam tanggal 09 Oktober 2011 terkait perhomonan lahan reklamasi laut wilayah Sekupang Tiban Pulau Bokor Kota Batam. Dari permohonan tersebut, Pemko Batam mengeluarkan Surat Nomor 145/591.4/BAPERTADA/XI/2011 tanggal 04 November 2011 terkait persetujuan Rencana Pengembangan Kawasan kepada PT. Power Land.
“Dalam rangka melaksanakan pengembangan kawasan wisata terpadu tersebut, PT.Power Land terlebih dahulu melakukan kegiatan reklamasi di wilayah Tiban Utara dengan cara meminta saksi Awang Herman selaku Direktur Utama PT.Setokok Mandiri untuk melakukan pekerjaan reklamasi pantai atau penimbunan di lokasi PT.Power Land, namun dalam pelaksanaannya PT.Setokok Mandiri tidak mengerjakan langsung pengerukan pantai tersebut melainkan mengalihkan kembali pekerjaannya kepada PT.Tiara Mantang, PT.Bangun Kepri Sukses dan PT.Cipta Niaga Mandiri.
Dikatakan bahwa saat terdakwa meminta saksi Awang Herman untuk melakukan pekerjaan reklamasi pantai di wilayah Tiban Utara dan wilayah Kelurahan Tiban Indah, ternyata PT.Power Land tidak mempunyai ijin lingkungan. Terdakwa maupun saksi Afuan tidak memberitahukan kepada saksi Awang Herman kalau PT.Power Land belum mempunyai ijin lingkungan.
“Pada bulan Juni 2012, kegiatan reklamasi yang dilakukan oleh PT.Power Land sempat dihentikan sementara karena adanya surat dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Kota dengan surat nomor:332/Bapedal/PL/VI/2012 tanggal 11 Juni 2012 yang memerintahkan kepada PT.Power Land untuk menghentikan sementara kegiatan karena dokumen lingkungan masih dalam proses kerangka acuan amdal. Namun pada bulan September 2012 kegiatan tersebut dilakukan kembali,” jelasnya.
Kata Martua, kegiatan reklamasi pantai yang dilakukan oleh PT.Power Land merupakan kegiatan pemotongan bukit dan pengurugan lahan dengan volume urug lebih dari 500.000 m3 sehingga termasuk dalam jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup.
“Pada kenyataannya PT.Power Land melakukan kegiatan reklamasi pantai sebelum adanya ijin lingkungan atau tanpa dilengkapi adanya ijin lingkungan,” terangnya.
Setelah mendengarkan dakwaan JPU, penasehat hukum terdakwa, Ahmad Rivai menyatakan menerima dakwaan dan tidak mengajukan nota keberatan(eksepesi).
“Itukan masalah perijinan, kita mau langsung ke pokok kasusnya saja,”ujar Ahmad Rivai seusai persidangan.
Persidangan perkara yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Edward Sinaga didampingi Hakim anggota Endri Nurindra dan Egi akan kembali digelar seminggu ke depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari JPU.
Jefry Hutauruk