BATAM – Ketua Tim Kuasa Hukum PT JPK, Zevrijn Boy Kanu memberikan tanggapan atas pernyataan kuasa hukum PT MRS, Andris terkait kasus jual beli ruko di Mitra Raya 2 Business Center Poin Batam Center.
“Gelar perkara membuktikan bahwa kasus ini kasus perdata murni, sehingga tidak layak diproses secara pidana,” ungkap pria yang disapa Boy Kanu tersebut kepada SwaraKepri melalui pesan singkat WhatsApp, pada Kamis 8 Juni 2023.
Kata dia, PT JPK punya niat baik untuk memberikan seluruh sertifikat, namun PT MRS tidak mau mengambil sertifikat, dan menghindar dari kewajiban bayar adminstrasi sesuai perjanjian pasal 5 ayat (d).
“Sangat jelas, dan telah dibuktikan bahwa PT MRS pernah membayar biaya adminstrasi sebesar Rp 200 juta melalui cek pada awal ruko 20 unit selesai dibangun, meskipun cek itu kosong. Pengalaman inilah yg membuat PT JPK tak mau kecolongan lagi, jadi hrs bayar dulu baru diberikan sertifikatnya,” jelasnya.
Kata dia, PT MRS belum melakukan AJB (Akta Jual Beli) dengan pelapor, sehingga proses penyerahan sertifikat pun tidak bisa dilaksanakan karena belum ada AJB antara PT MRS dengan pelapor sebagai pembeli.
“Jadi PT MRS yang hambat semua proses ini karena tidak mau ambil sertifikat, dan tak ada AJB juga,” jelasnya lagi.
Terkait tanda tangan kuasa yang diberikan PT JPK terhadap pihaknya, Boy Kanu mengatakan, tanda tangan surat kuasa terjadi sebelum klien kami kabur dari Indonesia, sehingga tidak perlu diperdebatkan lagi.
“10 unit ruko juga yang dipermasalahkan oleh kuasa hukum PT MRS sudah dipatahkan dalam gelar perkara khusus. Karena terbukti klien kami sudah melayangkan surat 2 kali berturut-turut agar PT MRS datang ambil sertifikat, tapi tidak mau ambil juga, jadi siapa yang salah? Salah sendiri mengapa tidak mau ambil,” tegasnya.
Untuk itu, hal ini kata dia, perlu diluruskan bahwa dalam gelar perkara khusus tersebut tidak ada rekomendasi dari Bareskrim Polri mendukung Polda Kepri agar mengejar atau menangkap klien kami 2 orang tersangka yang kabur.
“Ini berita menyesatkan. Yang benar adalah kasus ini adalah kasus murni perdata dan dijelaskan kepada pelapor yakni ibu Yani agar segera tempuh upaya perdata melalui LPSK, lembaga penyelesaian sengketa konsumen atau BPKN (Badan Perlindungan Konsumen Indonesia). Jadi keliru kalau hasil gelar perkara khusus agar 2 org klien kami harus dikejar, dan ditangkap,” bebernya
Justru sebaliknya, menurutnya, PT MRS yang menerima uang dari pelapor lah yang harus bertanggungjawab. Sebab azas hukum pidana (Kasualitas), siapa yang berbuat dia lah yang bertanggungjawab.
“Dalam hal ini PT MRS yang menjual ruko, dan menerima uang dari pembeli, maka dialah yang bertanggungjawab secara pidana, bukan PT JPK,” ungkapnya.
Setelah gelar perkara, kata dia, maka kuasa hukum PT MRS dan kuasa hukum PT JPK, bersepakat untuk selesaikan secara perdata karena memang kasus ini murni perdata.
“Oleh karena itu, jika PT MRS sudah siap untuk bayar sertifikat, maka PT JPK dengan senang hati menyerahkan semua sertifikat yang sekarang masih dipegang oleh PT JPK. Jadi, kalau mau selesai, ya bayar saja sertifikat sebanyak 51 sertifikat, dan bayar juga cek kosong 200 juta itu, maka urusan jadi beres. Jadi tidak perlu bicara banyak lagi, kalau bisa kuasa hukum PT MRS segera wujudkan kesepakatan kita setelah gelar perkara, supaya para pelapor bisa membawa pulang sertifikat mereka,” pungkasnya./Shafix
Pingback: Polemik Jual Beli Ruko di Mitra Raya 2 Batam Kian Memanas, Dirut PT MRS Duga Ada Upaya Pemerasan – SWARAKEPRI.COM