LINGGA – Konflik lahan di Desa Tinjul, Kabupaten Lingga, akhirnya memasuki babak baru. Kepala Desa Tinjul, Amren, tak lagi tinggal diam. Ia secara resmi melaporkan oknum dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) ke Polres Lingga pada Senin (21/4/2025), buntut dari berbagai dugaan pelanggaran yang menurutnya sudah kelewat batas.
Tak hanya sekadar adu argumen, Amren menuding kelompok tersebut melakukan tindakan pengancaman, perusakan, hingga menerobos lahan tanpa izin. Baginya, ini bukan lagi soal klaim sepihak, tapi sudah menyentuh ranah hukum.
“Kami sudah berupaya menyelesaikan persoalan ini secara baik. Mediasi sudah kami coba, bahkan di tingkat Polsek Singkep Barat. Tapi mereka tetap tidak mengindahkan ajakan kami untuk dialog di kantor desa. Maka, pintu negosiasi sudah kami tutup,” tegas Amren.
Amren mengaku kecewa, karena alih-alih menyelesaikan masalah secara musyawarah, kelompok yang mengaku membela hak masyarakat itu justru memilih jalan konfrontasi.
Menurutnya, tindakan itu bukan hanya merugikan dirinya sebagai pribadi, tapi juga mengancam kewibawaan pemerintah desa dan menimbulkan keresahan di tengah warga.
“Kami serahkan persoalan ini ke aparat penegak hukum. Harapan kami, proses hukum berjalan sesuai aturan. Kami ingin hukum hadir dan melindungi kami dari praktik-praktik intimidatif seperti ini,” ujar Amren
Tak sendiri, Amren didampingi kuasa hukumnya, Agustinus Marpaung, SH., MH., yang ikut mengawal proses hukum dari awal. Agustinus memastikan bahwa kliennya telah memberikan keterangan resmi kepada penyidik Polres Lingga.
“Pak Amren sudah dimintai keterangan secara resmi. Beliau mengalami kerugian atas tindakan yang dilakukan oleh oknum LSM dan kawan-kawannya. Ini bukan hal sepele. Ini bentuk pelanggaran hukum yang nyata,” tegas Agustinus.
Ia juga meminta kepolisian bersikap profesional dan tidak menganggap enteng laporan tersebut.
“Saya sebagai kuasa hukum, meminta agar pihak kepolisian memproses laporan ini secara profesional, transparan, dan sesuai koridor hukum. Ini penting, bukan hanya untuk keadilan klien kami, tapi juga untuk menjaga marwah hukum di tengah masyarakat,” lanjutnya.
Amren pun menutup pernyataannya dengan pesan yang cukup keras. Baginya, jabatan kepala desa bukanlah posisi yang bisa ditekan atau diintervensi oleh pihak luar, apalagi yang membawa-bawa nama organisasi tapi bertindak seenaknya.
“Ini bukan lagi soal pribadi, ini soal prinsip. Kami tidak akan diam jika hukum diinjak-injak, apalagi oleh pihak luar yang tidak punya hak. Kalau kami terus mengalah, maka yang akan hancur adalah kewibawaan pemerintah desa,” pungkasnya./r
