Masih kata dia, fenomena-fenomena Kepolisian dijadikan alat penekan ataupun dijadikan pihak yang harus menekankan warga terkait kepentingan pemodal sudah banyak catatan terjadi.
Untuk itu, Sugeng berpesan, Kapolri harus memberikan perhatian serius terkait dengan permintaan pengamanan, permintaan menjaga ketertiban yang berasal dari pihak swasta harus benar-benar di dalami tidak serta merta kemudian Polisi main dengan cara refresif untuk menekan kelompok-kelompok yang mempertahankan haknya.
“Tindakan Polisi itu sudah menyakiti hati rakyat, ya. harusnya Polisi bisa mengambil hati rakyat, tindakan-tindakan yang berpihak pada pengusaha tapi membuat rakyat terluka, ini sangat bertentangan dengan jiwa Tribrata Polisi. Menurut saya Kapolres Balerang harus dicopot,” bebernya.
Selain itu, kata dia, Kapolri harus bisa menjaga jarak dengan pengusaha-pengusaha yang mengambil alih tanah-tanah rakyat agar Polri tidak dituduh menjadi alat penindas oleh rakyat.
“Polri jangan mau digunakan sebagai alat merepresi rakyat oleh pemilik modal. Presiden Joko Widodo harus batalkan Rempang-Galang sebagai kawasan bisnis karena akan menggusur rakyat,” jelasnya.
Sementara itu, menurutnya, demo yang terjadi Senin (11/9) adalah rentetan membesarnya kekecewaan masyarakat Melayu dan masyarakat lain yang menghuni pulau Rempang-Galang dan sekitarnya.
Kata dia, kekecewaan mereka di ekspresikan dengan demo itu adalah hal yang wajar. Karena, tanah yang mereka miliki akan dirampas dengan keputusan politik yang diwujudkan regulasi-regulasi yang dibuat yang tidak melindungi warga Rempang-Galang.
“Oleh karena itu, menurut IPW keputusan pemerintah untuk menjadikan kawasan Rempang-Galang kawasan investasi (Rempang Eco City) yang mengambil hak tanah orang Melayu diserahkan kepada investor dan juga teralifiasi dengan China ini sangat menyakitkan hati masyarakat. Mereka orang Melayu dan masyarakat lainnya yang tinggal di sana lebih berhak atas tanah yang ada di Rempang-Galang daripada investor,” tegasnya.