Polisi sempat mengatakan bahwa korban terkait kelompok separatis dan pembunuhan itu berhubungan dengan pembelian senjata.
JAKARTA – Empat korban warga sipil yang tewas bulan lalu dalam kasus pembunuhan di Papua dengan tersangka pelaku termasuk enam personel TNI, tidak terkait dengan kelompok separatis, demikian hasil investigasi kelompok hak asasi manusia KontraS yang diumumkan Jumat (23/9).
KontraS melakukan investigasi ke Kabupaten Mimika pada pertengahan September dengan menemui sejumlah pihak, termasuk keluarga korban, polisi, penyidik TNI dan rumah sakit, kata Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar.
“Tuduhan bahwa keempat korban terlibat gerakan separatis tidak terbukti,” ujar Rivanlee kepada wartawan.
“[Tuduhan] tersebut bertolak belakang dengan kesaksian keluarga yang disertai bukti pendukung,” tambahnya. Rivanlee menduga bahwa tuduhan korban terafiliasi kelompok separatis dimaksudkan untuk menyembunyikan fakta.
Pembunuhan yang disertai mutilasi tubuh keempat korban terjadi di Distrik Mimika Baru, Mimika, pada 22 Agustus.
Sebanyak 10 orang telah ditetapkan sebagai tersangka, enam di antaranya merupakan prajurit tentara aktif dari kesatuan Detasemen Markas Brigade Infanteri Jaya Keramo Kostrad.
Keenam anggota militer yang menjadi tersangka itu saat ini berada dalam penahanan TNI. Sementara itu tiga dari empat tersangka warga sipil ditahan oleh kepolisian. Satu lainnya masih buron.
Menurut Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat, enam tersangka militer itu terdiri dari dua perwira Angkatan Darat, yang diidentifikasi sebagai Mayor HF dan Kapten DK, sedangkan empat tersangka lainnya berpangkat prajurit.
Dalam laporan sebelumnya, polisi menyebut kemungkinan korban terkait kelompok separatis Papua dan pembunuhan itu berhubungan dengan jual beli senjata.
Menurut polisi, para pelaku pura-pura ingin menjual senjata api dan korban yang tertarik kemudian mendatangi para pelaku dengan membawa uang Rp 250 juta.