Rivanlee mengatakan salah satu korban, Arnold Lokbere, merupakan pengurus gereja, sementara korban lainnya Rian Nirigi merupakan pejabat aktif kepala Desa Kampung Yunat sekaligus pengurus gereja di Kenyam, Nduga.
Satu korban lagi Leman Nirigi bekerja sebagai sopir perahu yang stand by menunggu pesanan antar-jemput dari Nduga-Jita-Timika dan terakhir Atis Tini merupakan seorang anak yang menurut Kartu Keluarganya masih berusia 17 tahun, kata Rivanlee.
Rivanlee mengatakan tuduhan bahwa para korban terlibat dalam jual beli senjata masih minim bukti karena senjata api laras panjang rakitan yang disebut sebagai barang bukti tidak ada di tangan penyidik polisi maupun TNI.
“Kedua institusi tersebut menyatakan bahwa senjata yang dimaksud telah dibuang di Sungai Pigapu bersamaan dengan pembuangan jenazah para korban,” kata Rivanlee.
Humas Polda Papua Kombes Ahmad Musthofa Kamal menyampaikan pihak kepolisian masih terus menyelidiki kasus itu.
“Masih didalami asal-usul uang Rp250 juta itu uang siapa dan dari mana. Jika itu uang kepala desa, uang itu didapat dari mana karena kepala desa itu tidak memiliki penghasilan lain, jadi kita masih mendalami,” ujar Kamal saat dikonfirmasi BenarNews.
Butuh bantuan psikologisMichael Himan, kuasa hukum keluarga para korban, mengatakan keluarga kini mengalami ketakutan, termasuk empat orang yang tengah menempuh kuliah di Jakarta.
“Saat ini mereka susah untuk kuliah dan beraktivitas karena trauma sekali dan ketakutan. Saya sering mengunjungi mereka untuk memberikan dukungan rohani agar mereka bisa kuat,” ujar Himan kepada BenarNews.
Himan menegaskan para keluarga korban perlu mendapatkan pendampingan psikologis untuk menghadapi tragedi kematian tersebut.
“Saya tidak bisa mengatakan di mana tempat mereka berada. Harapan keluarga di Jakarta berharap bisa mendapat keadilan. Pelaku-pelaku bisa diberi hukuman yang setimpal, dengan pemecatan militer,” ujar Himan.