Atas asas tersebut pihaknya juga paparkan sesuai dengan sistem pembuktian dalam KUHAPidana terdapat dalam rumusan pasal 183 KUHAPidana menentukan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwa lah yang bersalah melakukannya, di mana pasal ini ditentukan dua syarat untuk menjatuhkan pidana terhadap seseorang, yaitu :
1. Adanya sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah;
2. Adanya keyakinan pada Hakim yang diperoleh berdasarkan alat-alat bukti tersebut.
“Dari keterangan tersebut di atas maka kedudukan kami selaku Pemilik Kapal MT Arman 114 telah
terpenuhi atau setidak-tidaknya melalui konfirmasi dari Nota Diplomatik yang menjelaskan kepemilikan kapal MT Arman 114 tersebut yang dikeluarkan secara resmi oleh Negara Bendera (Flag State) atas kapal tersebut sebagai suatu kebenaran Materiil (materiele waarheid) dalam perkara A quo,” ungkapnya.
Selain daripada hal tersebut, lanjut Sailing Viktor, sesuai dengan kaidah sumber hukum formil di Indonesia perlu pihaknya sampaikan bahwa salah satunya itu adanya suatu Traktat mengenai perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau
lebih;
Di mana Traktat ini bisa jadi hukum formil jika memenuhi syarat formil seperti Ratifikasi yang diketahui bahwa Indonesia adalah salah satu Negara yang melakukan Ratifikasi terhadap Traktat Konvensi Hukum Laut International/ United Nations Convention on The Law of the Sea (UNCLOS) sesuai dengan UU No. 17 Tahun 1985 mengenai Ratifikasi UNCLOS/Konvensi Hukum Laut Internasional.
“Didalamnya termasuk adanya pemberitahuan dan konfirmasi dengan segera kepada negara Bendera melalui saluran Diplomatik yang tepat mengenai
penangkapan dan proses hukum yang terjadi,” kata dia.
Hal itu sangat perlu disampaikan pihaknya, karena dengan surat yang dimasukkan tersebut diharapkan dapat menghindari adanya suatu Keputusan hakim oleh Pengadilan di Indonesia yang dapat menyebabkan adanya kerenggangan hubungan antar Negara bendera (Flag State) yang telah terbangun dengan baik.
Apabila kemudian perkara ini bersengketa di Pengadilan Internasional juga akan menyebabkan preseden yang buruk dalam dunia pelayaran Internasional sepanjang menyangkut kapal yang akan dirampas oleh Negara Indonesia yang dipakai sebagai acuan/yurisprudensi atas Keputusan hakim di masa yang akan datang dalam perkara yang sama dan ditakutkan adanya upaya merampas kapal-kapal asing yang melakukan pelanggaran lingkungan di Indonesia. Sehingga menyebabkan kerugian bagi dunia bisnis pelayaran di kemudian hari,” tutupnya./Shafix