JAKARTA-Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan optimistis dolar Amerika Serikat (AS) bisa balik ke Rp 10.000 dari posisi saat ini sekitar Rp 14.000. Untuk meraih hal tersebut, pemerintah terus mendorong ekspor dan menekan impor.
Luhut memaparkan, untuk mendorong ekspor pemerintah mendorong hilirisasi. Hal itu sebagaimana dilakukan melalui kebijakan nikel. Dengan hilirisasi, maka komoditas ekspor memiliki nilai tambah.
“Tadi tuh kita diskusi dengan beberapa ekonom-ekonom. Saya jelaskan mengenai program pemerintah yang dilakukan Presiden, hilirisasi. Hilirisasi itu untuk mempengaruhi CAD (current account deficit) kita. Karena ekspor kita kan nilai tambahnya contoh nikel ore kan bagus,” kata Luhut di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa kemarin (3/12/2019).
Tidak hanya nikel, Luhut mengatakan, hilirisasi juga akan dilakukan pada produk-produk lain.
“Saya kira dua tahun lagi saya kira, kalau stainless steel, carbon steel, katode, dan ada lithium battery bisa saya lihat nggak ada masalah lagi. Lalu nanti dikejar lagi gasifikasi, copper turunannya lagi. Saya kira 5 tahun ke depan apa yang dibuat Presiden pasti sangat baik sekali,” ungkapnya.
Kemudian, untuk menekan impor pemerintah terus menerapkan kebijakan biodiesel 20% atau B20. Kebijakan itu akan menekan impor energi khususnya migas. Bahkan, pemerintah berniat mengejar sampai B100.
“B20, B30, B40 dan seterusnya itu dampaknya luar biasa terhadap impor energi kita berkurang. B20 kan bisa berkurang 25%. Rp 300 triliun kita punya impor energi bisa kurang 25%. B30 saya kira bisa sampai 35% dan seterusnya. Sampai satu titik lagi kami hitung berapa persen pada B40, 50, 100 apakah kita sudah nggak perlu impor energi,” paparnya.
Luhut bilang, kebijakan itu diharapkan dapat menekan defisit transaksi berjalan dan dapat mendorong penguatan rupiah.
“Rupiah bisa di bawah Rp 10.000 nanti. Cadangan dolar (AS) naik sehingga ekonomi kita bisa tumbuh lebih baik ke depan,” jelasnya.
Sebenarnya Dolar AS jadi Rp 10.000 bisa nggak sih?
Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih menilai ucapan Luhut yang menyatakan dolar AS jadi Rp 10.000 bukan hal mustahil. Lana pun bercerita kilas balik dolar AS di tahun 1999.
Lana mengatakan, di masa pemerintahan Presiden ke-3 BJ Habibie nilai tukar bisa ditekan dari Rp 16.000 ke bawah Rp 10.000.
“Saya ingat waktu zaman Almarhum Pak Habibie itu bisa ke Rp 9.000. Padahal waktu itu rupiah Rp 16.000 sejak zaman Pak Soeharto. Jadi bukan sesuatu yang mustahil,” kata Lana kepada detikcom.
Menurutnya, sentimen global berpengaruh besar terhadap pergerakan pasar uang. Di kala Habibie membawa Indonesia keluar dari krisis ekonomi tahun 1998, sentimen global mengerek nilai tukar jangka waktu pendek yakni setahun.
“Dalam waktu pendek bisa, sentimen sangat berpengaruh. Hanya di tahun 1998 Pak Harto turun, tahun 1999 bisa Rp 9.000 dari Rp 16.000 karena ada ekspektasi positif terhadap ekonomi Indonesia,” jelas Lana.
Lebih lanjut, Lana mengatakan, agar rupiah bisa menguat ekspor dan hilirisasi memang harus dilakukan sebagaimana diungkapkan Luhut. Selain itu, sektor pariwisata untuk menarik turis asing juga harus digenjot.
“Kalau di luar sentimen, teoritis, kita harus membangun tadi, hilirisasi, ekspor dan itu tentu butuh waktu. Minimal 3 tahun kalau hanya bicara supply demand saja. Lalu juga sektor pariwisata yang 10 destinasi itu dalam 3 tahun ini betul-betul sudah jadi. Saya kira sih waktu 3 tahun masih ada kesempatan,” paparnya.
Ia mengatakan, jika hal-hal tersebut dilakukan dengan benar, masih ada kesempatan dolar AS takluk ke level Rp 10.000 atau paling tidak di kisaran Rp 12.000.
“Kalau pun nggak persis Rp 10.000 ya di Rp 12.000 itu terbuka. Tapi kalau ada sentimen yang membantu seperti zaman Presiden Habibie bisa saja,” jelasnya.
Sumber: Detik.com