Ketika sedang asyik berjalan-jalan di suatu Sabtu sore, seorang teman kos mengajak saya ke sebuah sudut Jalan Raya Jatinangor. Dia mengajak saya untuk membeli martabak telur. Kata dia, martabak telur di tempat ini merupakan yang paling enak yang pernah dicicipnya.
Saya pun ikut dengannya. Ketika sampai di sana, saya kecewa dengan ucapan teman saya itu. Mengapa? Karena martabak telur yang dia janjikan enak itu, ternyata tidak enak menurut saya. Rasanya biasa saja, hanya terdiri dari telur dan daun bawang serta tepung. Martabak digoreng kering dan tipis.
Ada yang menarik perhatian saya ketika melihat jenis martabak ini. Saya teringat akan jenis lain martabak telur yang pernah saya makan. Di negeri saya, namanya Martabak Mesir.
Keduanya sama-sama terdiri dari tepung, telur, dan daun bawang. Hanya bedanya, Martabak Mesir ditambah potongan daging besar-besar yang membuat rasanya lebih kuat.
Ada banyak hal yang membuat martabak ini berkesan. Pertama, dari namanya saja sudah berkesan. Bagaimana mungkin orang Minang punya Martabak Mesir? Sejarah yang diturunkan orang tua saya menunjukkan, martabak ini dibawa oleh orang-orang berkulit kehitaman dan bermuka Arab. Dulu orang Minang menganggap orang-orang ini adalah orang Mesir. Akhirnya, karena martabak telur ini kebanyakan dibuat oleh orang “Mesir”, maka disebutlah martabak tersebut sebagai Martabak Mesir.
Hal lain yang membuatnya istimewa adalah caranya membuat kulit martabak. Bila di tempat lain kita melihat orang membuat kulit martabak dengan memipihkannya, tetapi pembuat Martabak Mesir mempunyai cara mudah.
Untuk membuat kulit Martabak Mesir, gumpalan adonan kulit pertama-tama dipipihkan dengan tangan. Setelah cukup lebar, kemudian adonan dipegang ujungnya, dan dipukul-pukulkan ke meja dengan gaya tertentu, tanpa melepaskan tangan dari adonan (gayanya seperti memercikkan air dari kain basah namun dengan cara yang lebih halus). Kegiatan ini dilakukan berulang-ulang sampai si adonan melebar dan menipis. Untuk mencegah adonan pecah dan robek, sebelumnya adonan diolesi minyak goreng. Pun halnya meja tempat membuat adonan tersebut agar adonan mudah dibentuk dan diangkat.
Nah, setelah adonan diisi dengan tumisan bawang bombay, potongan daging, bawang putih, cabe rawit, dan daun bawang, adonan dibentuk menjadi persegi panjang dan siap digoreng. Daging yang dipakai biasanya daging sapi. Di beberapa tempat yang menjual Martabak Mesir, daging yang dipakai adalah daging yang sudah direndang. Hmm… ini rasanya lebih menggiurkan lagi.
Menggorengnya pun memakai wajan pipih menyerupai meja. Minyak goreng disiram di atasnya dan diratakan. Martabak Mesir siap digoreng. Baunya wangi karena bawang-bawangan yang dicampur dengan bumbu rendang. Apalagi rasanya yang membuat lidah bergoyang dan air liur menganaksungai.
Martabak Mesir dimakan dengan saus yang mirip dengan saus pempek. Bedanya, sausnya lebih encer dan cukanya tidak banyak. Saus ini terdiri dari air gula, potongan bawang bombay, tomat, dan kadang-kadang potongan timun. Tentu saja tidak lupa diselipkan potongan cabe rawit untuk menambah selera.
Di Padang, Sumatera Barat, Martabak Kubang Hayuda merupakan Martabak Mesir paling terkenal. Selain menjadi pelopor Martabak Mesir, rasanya juga tidak ada yang bisa mengalahkan. Bumbunya yang pas, dagingnya empuk dan martabaknya tebal. Pokoknya maknyuss…
Nah, karena sudah terkenal di Sumatera Barat, Martabak Kubang Hayuda ini kemudian membuka cabang di Jakarta. Jadilah si Martabak Mesir berubah nama menjadi Martabak Kubang. Orang tidak tahu nama di Minang adalah Martabak Mesir. Padahal martabak ini adalah turunan dari martabak telur yang sedang saya makan ini. Martabak yang terbuat dari telur dan bawang-bawangan serta adonan yang digoreng. Berbeda dengan martabak manis yang dibuat lebih seperti kue dan ditaburi coklat atau buah-buahan.
Tapi apapun namanya, tidak ada yang bisa menandingi nikmatnya Martabak Mesir. Daging empuknya, tebal adonannya, dan sausnya yang pedas-manis. Dan gue harus bilang WOW!