JAKARTA – Meskipun ada regulasi mengenai kuota 30 persen, tetapi keterwakilan perempuan dalam peta perpolitikan nasional masih minim. Sejumlah pihak mendorong keikutsertaan kaum perempuan pada Pemilu 2024.
Rendahnya partisipasi politik perempuan pada pesta demokrasi lima tahunan di Tanah Air masih menjadi pekerjaan rumah tersendiri.
Padahal sejumlah regulasi mulai dari Undang-Undang (UU) tentang Pemilu, UU tentang Penyelenggara Pemilu, hingga UU tentang Partai Politik dengan jelas harus memperhatikan keterwakilan perempuan harus sekurang-kurangnya mencapai 30 persen.
Lamlam Masropah dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menilai perempuan menjadi sosok penting untuk berpartisipasi dalam Pemilu 2024. Pasalnya, peningkatan partisipasi perempuan dalam Pemilu 2024 akan sangat berkorelasi dengan pengambilan keputusan politik yang berkeadilan secara gender.
Lamlam Masropah dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dalam tangkapan layar.
“Karena bisa dikatakan tidak ada pemilu yang demokratis tanpa keterlibatan perempuan,” katanya dalam acara Sosialisasi Peraturan Pemilu 2024, Rabu (24/8).
Lamlam menjelaskan di Pemilu 2019, partisipasi pada tingkat pemilih perempuan bisa dikatakan memberikan kontribusi yang paling tinggi dengan datang ke tempat pemungutan suara sebanyak 80,8 juta orang.
Namun itu sangat kontradiktif dengan keterwakilan perempuan dalam penyelenggara pemilu seperti Bawaslu, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan calon legislatif (caleg) yang lolos ke DPR RI.
“Untuk keterwakilan perempuan di penyelenggara di Bawaslu RI saat ini hanya ada satu. KPU RI juga hanya ada satu. Jadi masih di bawah 30 persen. Untuk keterwakilan perempuan yang lolos ke Senayan (DPR) baru 20,25 persen,” jelas Lamlam.