Euforia opini WTP
BATAM – Belakangan ini, ada fenomena baru di media massa, yaitu munculnya iklan ucapan selamat kepada Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota atas opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diperoleh dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI).
Predikat ini seolah-olah membanggakan dan harus diketahui masyarakat, begitu pesan yang disampaikan. Bagi yang belum memahami kriteria pemberian opini, predikat itu bisa menjadi pencitraan positif, bahwa roda pemerintahan telah dikelola secara akuntabel bahkan bisa jadi terbebas dari korupsi.
Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah berpedoman pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang ditetapkan dengan Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2007.
BPK dalam memberikan opini mendasarkan pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Laporan keuangan ini terdiri dari 7 (tujuh) laporan, yaitu: (a) Laporan Realisasi APBN ; (b) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih; (c) Neraca; (d) Laporan Operasional; (e) Laporan Arus Kas; (f) Laporan Perubahan Ekuitas; dan (g) Catatan atas Laporan Keuangan.
Penerapan SAP sampai memperoleh opini BPK merupakan rangkaian proses panjang. Pemberian opini atas kewajaran laporan keuangan dilakukan berdasarkan pada kesesuaian dengan SAP, pengungkapan yang cukup, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern.
Tidak ada rumusan yang pasti, dengan tingkat kesalahan tertentu akan memperoleh opini wajar dengan pengecualian (WDP) atau sebaliknya pada tingkatan lainnya akan memperoleh WTP.
Dengan atau tanpa pengecualian ini bisa menjadi perdebatan panjang, karena pertimbangan kualitatif yang dipengaruhi unsur subyektifitas auditor yang mengatasnamakan professional judgment.
Professional judgment dalam hal ini judgment auditor BPK, akan bisa berada pada jurang yang lebar, pada saat kompetensinya tidak memenuhi standar yang disyaratkan.
Sebagai pengadil yang baik, maka kompetensi dalam memahami permasalahan pengelolaan keuangan negara/daerah menjadi penting, supaya aturan yang berlaku bisa ditafsirkan dalam substansi bahasa yang sama dengan penyaji laporan keuangan (auditan).
Pengalaman juga sangat berperan dalam menentukan judgment guna mempersempit ruang persepsi. Karena itu, dalam laporan keuangan seringkali dikenal istilah kewajaran penyajian informasi keuangan yang berarti tidak absolut. Dan kewajaran yang sifatnya relatif inilah yang seringkali menjadi ajang perdebatan dalam pemberian opini.
Apakah opini WTP berarti tidak ada korupsi ????
Masyarakat sering bertanya, mengapa terjadi korupsi padahal laporan keuangannya memperoleh opini WTP dari BPK. Demikian pula, opini WTP dari BPK sering dijadikan tameng oleh pihak tertentu yang menyatakan bahwa lembaganya tidak mungkin ada korupsi karena BPK memberikan opini WTP atas laporan keuangannya.
Dalam menjalankan tugasnya, ada tiga jenis pemeriksaan yang dilaksanakan oleh BPK yaitu, pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Pemeriksaan Keuangan dimaksudkan untuk memberikan opini apakah laporan keuangan sudah disajikan secara wajar sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Pemeriksaan Kinerja dimaksudkan untuk menilai apakah pelaksanaan suatu program atau kegiatan entitas sudah ekonomis, efisien, dan efektif.
Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu adalah pemeriksaan selain dua jenis tersebut, termasuk disini adalah pemeriksaan investigatif untuk mengungkap adanya kecurangan (fraud) atau korupsi, pemeriksaan lingkungan, pemeriksaan atas pengendalian intern, dan lain-lain.
Pemeriksaan Keuangan
BPK memberikan empat jenis opini, yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP/unqualified opinion), Wajar Dengan Pengecualian (WDP/Qualified opinion), Tidak Memberikan Pendapat (TMT/Disclaimer opinion) dan Tidak Wajar (TW/Adverse opinion).
Keempat jenis opini yang bisa diberikan oleh BPK tersebut dasar pertimbangan utamanya adalah kewajaran penyajian pos-pos laporan keuangan sesuai dengan SAP. Kewajaran disini bukan berarti kebenaran atas suatu transaksi. Opini atas laporan keuangan tidak mendasarkan kepada apakah pada entitas tertentu terdapat korupsi atau tidak.
Sebagai contoh jika dalam Pemeriksaan Keuangan ditemukan proses pengadaan barang atau jasa yang menyimpang dari ketentuan, namun secara keuangan sudah dilaporkan sesuai dengan SAP, maka laporan keuangan bisa memperoleh opini WTP.
Misalnya, entitas membeli mobil seharga Rp 5 miliar, sesuai aturan harus dilaksanakan secara tender, namun entitas tersebut melakukan penunjukan langsung, jelas ini menyalahi aturan. Dalam laporan keuangan, entitas melaporkan pembelian mobil tersebut senilai Rp 5 miliar, kemudian mencatat mobil tersebut dalam pos aktiva tetap.
Penyajian laporan keuangan oleh entitas atas pembelian mobil tersebut sudah sesuai dengan SAP meskipun proses pengadaannya tidak sesuai dengan aturan.
Batasan Pemeriksaan Keuangan
Semua informasi yang disajikan dalam laporan keuangan merupakan tanggung jawab Pemerintah. Oleh karena itu, BPK tidak bertanggung jawab terhadap salah interpretasi dan kemungkinan pengaruh atas informasi yang tidak diberikan baik yang sengaja maupun tidak disengaja oleh Pemerintah.
Pemeriksaan BPK meliputi prosedur-prosedur yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam mendeteksi adanya kesalahan dan salah saji yang berpengaruh material terhadap laporan keuangan. Pemeriksaan tidak ditujukan untuk menemukan kesalahan atau penyimpangan. Namun demikian, jika dari hasil pemeriksaan ditemukan penyimpangan, akan diungkapkan.
Dalam melaksanakan pemeriksaan, BPK juga menyadari kemungkinan adanya perbuatan-perbuatan melanggar hukum yang timbul. Namun pemeriksaan BPK tidak memberikan jaminan bahwa semua tindakan melanggar hukum akan terdeteksi dan hanya memberikan jaminan yang wajar bahwa tindakan melanggar hukum yang berpengaruh secara langsung dan material terhadap angka-angka dalam laporan keuangan akan terdeteksi.
BPK akan menginformasikan bila ada perbuatan-perbuatan melanggar hukum atau kesalahan/penyimpangan material yang ditemukan selama pemeriksaan.
Dalam melaksanakan pengujian kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundangundangan, BPK hanya menguji kepatuhan atas peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyusunan laporan keuangan. Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa masih terdapat ketidakpatuhan pada peraturan yang tidak teridentifikasi
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa opini WTP tidak menjamin bahwa pada entitas yang bersangkutan tidak ada korupsi. Karena pemeriksaan laporan keuangan tidak ditujukan secara khusus untuk mendeteksi adanya korupsi. Namun demikian, BPK wajib mengungkapkan apabila menemukan ketidakpatuhan atau ketidakpatutan baik yang berpengaruh atau tidak berpengaruh terhadap opini atas laporan keuangan.***
Penulis : Junpa Siregar, SE.Ak, Pemerhati Kebijakan Publik