Setelah hingga pukul 4 pagi suaminya belum datang akhirnya Erniati mencarinya ke lokasi ledakan. “Ketika saya tiba, semua sudah terbakar habis. Saya menyadari bahwa tidak mungkin suami saya untuk bertahan hidup,” katanya.
Tubuh suaminya diidentifikasi empat bulan kemudian.
Limna Rarasanti, anak korban, almarhum I Made Sujana, petugas keamanan yang meninggal di Sari Club juga memiliki harapan perdamaian.
“Harapannya karena sudah 20 tahun, berharap sudah damai kembali dan menjalani kehidupan sendiri, apa yang dikerjakan bisa sukses,” katanya tenang.
“Makin banyak yang datang ke rumah mencari Bapak tapi tidak ketemu sampai sebulan,” ujarnya, mengenang kejadian itu. Akhirnya keluarga memutuskan ngaben (ritual kremasi di Bali) tanpa jenazah hanya dengan simbol kayu cendana.
Kemudian petugas forensik Australia meminta sikat gigi dan celana yang belum dicuci untuk identifikasi. Keluarga kemudian diberikan sebuah amplop dengan serpihan delapan potong daging saja yang berhasil dikumpulkan.
“Padahal Bapak saya besar tinggi 170-180 cm, yang tersisa hanya delapan potongan. Diserahkan ke rumah sakit karena sudah ngaben. Mereka yang mengupacarai,” urai Limna.
Limna mengatu sudah menerima santunan dari pemprov Bali dan yayasan lain untuk dana pendidikan. Ada juga bantuan perseorangan dari Australia untuk anak korban sampai 18 tahun. Limna sekarang sudah punya dua anak.
Penyintas lainnya, Tumini, mengatakan pentingnya untuk saling menghormati dan tidak saling membenci walaupun ada perbedaan. Perempuan itu sempat menjadi saksi persidangan Amrozi dan Imam Samudera.
“Dia membenci orang kulit putih, (pelaku mengatakan) tidak bisa bawa bahan ke sana, terpaksa meledakkan di Bali,” katanya.
Tumini berharap semua manusia bisa hidup dalam damai. Ia juga berpesan kepada para penyintas untuk saling menguatkan./Benarnews